12/22/11

Sang Hawa


Suara kokok ayam yang cukup lirih itu mampu membangunkannya pagi-pagi buta. Kala itu jam menunjuk pukul 03.55, tampaknya dia begitu gugup ketika menengok ke arah jam dindingnya. Bergegas dia meninggalkan tempat tidur yang tampak lusuh itu menuju dapur. Di dapur yang beralaskan tanah itu dia memulai aktifitasnya hari ini. Tangannya tidak berhenti bergerak, satu pekerjaan selesai langsung ke pekerjaan selanjutnya, demikian seterusnya seolah tanpa berpikir dahulu apa yang akan dilakukan sesudahnya. Itu karena memang sudah menjadi rutinitasnya melakukan pekerjaan itu setiap harinya.

Wanita paruh baya itu setiap pagi berkutat dengan tungku dan alat penggorengan selain memasak nasi untuk sarapan anak-anaknya sebelum berangkat ke sekolah. Di sela-sela aktifitasnya itu, dia hanya berhenti sejenak setelah diluar sana terdengar kumandang azan subuh. Sepertinya
sesibuk apapun aktifitasnya, tak pernah ditinggalkan apa yang menjadi kewajiban semua umat Islam itu. Hari ini dia bangun agak telat, tidak seperti hari-hari biasanya. Itu sebabnya dia terlihat gugup dan sigap. Untung anak sulungnya sudah tau apa yang harus dikejakannya. Dia bangun ketika adik-adiknya masih tidur lalu membantu Ibunya di dapur.

Meskipun usianya masih sangat belia, namun Beno, anak sulungnya ini bersikap lebih dewasa dari temen-tmen sebayanya. Mungkin keadaan yang membuat sikap kedewasaannya. Ayahnya meninggal satu tahun yang lalu ketika dia masih kelas satu SMP karena kecelakaan saat bekerja jadi kuli bangunan. Dan sekarang Ibu-nyalah yang banting tulang menopang seluruh biaya hidup keluarga termasuk untuk biaya sekolah Beno dan adik-adiknya. Padahal ia hanya jual gorengan kalo pagi yang hasilnya tidak seberapa. Mungkin untuk kebutuhan keluarganya sehari-hari saja tidak cukup. 

Tapi keinginan untuk menyekolahkan anak-anak nya sangat kuat. Dan ia sudah bejanji pada dirinya sendiri agar anak-anaknya semua lulus sampai dengan jenjang SMA. Pekerjaan apapun akan dilakukannya untuk menambah pundi-pundi keuangan rumah tangga dan mencukupi biaya sekolah anak-anaknya selama masih sanggup mengerjakannya. Dia percaya bahwa rizki itu udah ada yang ngatur yaitu Allah SWT. “Insya Allah kalo kita niat dan berusaha dengan sungguh-sungguh, pasti ada jalan, dan jangan lupa berdoa.” kata-kata itu yang selalu diucapkannya ketika menasehati anak-anaknya.

Mulia sekali Ibu itu. Keterbatasan ekonomi tidak menyurutkan sedikitpun kasih sayang kepada anak-anaknya. Dengan cara apapun dilakukannya hanya untuk kebahagiaan anaknya. Dan tak sedikitpun dia minta balasan kepada anaknya. Pernah aku dengar ceramah dari seorang ustadz bahwa SEORANG ANAK TIDAK AKAN PERNAH MAMPU MEMBALAS KEBAIKAN ORANG TUANYA, DIA HANYA BISA SEBATAS BERBUAT BAIK KEPADA ORANG TUANYA. Ada juga lirik lagu yang mengatakan, “Kasih Ibu kepada Beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.”

Itu hanya sepenggal kisah yang aku lihat di sebuah acara stasiun TV. Aku yakin diluar sana banyak kisah “Ibu”  lain yang menjadi PAHLAWAN bagi anak-anaknya, termasuk Ibu kamu. 

        Proses hidup seseorang tak mungkin lepas dari peran orang tua. Tanpa kita minta, mereka selalu mendoakan kita yang terbaik. Bersyukurlah untuk yang masih punya kedua Orang Tua. Semoga kita bisa terus berbuat baik kepadanya, serta bisa berhati-hati dalam berbicara, apakah akan menyakitinya atau tidak. Semoga kita tidak pernah lupa untuk mendoakannya setiap hari. 


Akhirnya, selamat hari IBU untuk semua Ibu dan semua Calon Ibu. Teruslah bangga terhadap profesi yang gajinya langsung dari Pemilik Alam ini, Allah SWT.

#nowplaying : ibu - iwan fals




Semarang, 22 December 2011

No comments:

Post a Comment