6/7/14

Merokok Yuk

"Wah saya sekarang kalau ngerokok di rumah susah, anak-anak mulai pada ngeluh", keluh teman saya saat itu. "Saya suka disuruh keluar rumah sama anak-anak kalau lagi ngerokok.".
Beberapa teman yang ada disitu tertawa, termasuk saya.
"Akhirnya saya kalo lagi ngerokok, ya keluar, kalo nggak diteras, ya di loteng.", imbuhnya lagi.
"Makanya udah to Pak, nggak usah ngerokok lagi, kasihan anaknya kan?", kata teman saya yang lain menimpali.
"Anak-anak pada berani ngomong, katanya, kata gurunya, 'ngerokok itu gak boleh pak, haram', katanya", lanjut cerita tentang anak-anaknya -- yang masih TK dan play group itu -- saat mereka memprotes bapaknya yang merokok.
"Tuh, mereka aja tau", kata teman saya yang lain, menyetujui protes anak-anak dari teman saya itu, sambil bercanda.

Saya sendiri belum pernah melihat
secara langsung dalil yang menerangkan tentang haram tidaknya rokok. Kalau sudah menyangkut halal haram begini, saya juga bukan orang yang tau pasti tentang ilmu-ilmu itu. Yang saya tau, Tuhan pasti punya alasan sendiri kenapa barang A itu haram, barang B halal, hewan C haram, dan sebagainya. Barangkali sesuatu yang diharamkan, pasti merugikan, entah untuk diri-sendiri atau orang lain.

Tapi menurut saya sebagai orang awam, apa-apa yang menyangkut hal yang merugikan itu, sudah seharusnya dijauhi. Seberapapun kecil kerugiannya, pasti akan rugi. *errrr... Gini deh, misalnya kita lagi laperrr banget, terus ada orang yang menawari bakso, rasanya sangat haram untuk ditolak. Iye, naluri. *errrr... Enggak, nggak gitu. Misalnya kita lagi makan sate sambil duduk santai di toilet sambil menikmati pemandangan alam yang begitu indahnya, eh tiba-tiba ada orang naik motor lewat di depan kita, lalu menghadapkan motornya dengan posisi knalpot menghadap ke arah muka kita. Kalau kamu orang normal, pasti akan terganggu dengan adanya asap knalpot yang keluar pas tepat di muka kita. Bukan masalah halal haram, selama itu merugikan orang lain terutama, berarti sudah mengganggu hak-haknya dalam menjalani kehidupannya. Apalagi ini menyangkut kesehatan seseorang. Tak terkecuali meski oleh seorang orang tua pada anaknya.

Saya selalu malas kalau ada orang yang lagi diajak diskusi tentang rokok-merokok ini, trus ujung-ujungnya bilang "Lah, hidup-mati sudah ada yang ngatur bro..", terkadang juga ada yang menjawab begini "Lah, ngerokok-nggak ngerokok juga bakalan mati". Kalau sudah begitu, pasti diskusi itu saya akhiri. Bukannya apa-apa, karna saya punya alasan sendiri.

Pertama, saya sudah tau bahwa orang yang menjawab begitu, berarti orang yang tidak mau menerima atau mengakui sebuah kebenaran yang sudah diyakininya.  Misalnya seperti ini: Ada orang yang sudah memproklamirkan bahwa dia tidak suka jengkol, nggak bakal suka sampai kapanpun, dengan rasa seenak apapun, katanya. Trus dia diajak jalan-jalan temannya ke Bali gratis. Meskipun nggak doyan jengkol, kalau ada jalan-jalan gratis, tanpa berpikir 9 kali, tanpa harus shalat istikharah, tanpa menunggu wangsit, langsung saja diiyakan. Di sana, dia diajak makan di restoran yang tergolong mewah. Dia pesan makanan yang namanya bikin orang ribet membacanya. 'archidendron pauciflorum cisecake', iya, itu nama makanan yg dia pesen. Dalam benaknya berprinsip, "semakin susah suatu nama makanan untuk diucapkan, maka pasti makanan tersebut semakin enak". Ternyata makanan yang dia pilih tidak salah. Rasa makanan yang dipesannya memang enak, menurutnya malah enak banget.
"Gimana rasanya?", tanya temannya.
"Enak, annaaakk banget. Makasih ya udah ntraktir aku.", jawabnya.
"Sama-sama. BTW, kamu tau apa yang kamu makan tadi?",
"Apa emang?", dia malah balik nanya, karna memang nggak tau.
"Itu tadi isinya jengkol."
"...",
"...",
"Hoek... Hoek... ", dia langsung pura-pura ke toilet untuk pura-pura muntah.
Nah, orang seperti ini sudah tau bahwa jengkol itu enak, tapi dia nggak mau mengakui karna sudah terlanjur woro-woro ke teman-temannya bahwa dia tidak suka jengkol. Begitu juga orang merokok tadi. Dia tau kalau rokok itu merusak kesehatan, tapi tidak mau berhenti merokok gara-gara sudah terlanjur bilang kecanduan.

Saya juga heran tentang ilmu kecanduan ini. Pernah suatu kali mendengar seseorang bilang gini,
"Wah aku gak bisa mikir kalau nggak ngerokok."
Selain heran dengan pernyataannya itu, saya jadi prihatin, kasihan bener dia, untuk mikir ternyata tidak pakai otak, tapi pakai rokok. :) Maaf, cuma bercanda, hehe :)
Gini, saya heran ketika ada orang yang sampai segitunya menyugesti dirinya dengan rokok. Saya rasa ada cara lain yang lebih baik untuk menyugesti diri, misalnya gini:
"Duh, saya itu nggak bisa kreatif kalo nggak sholat sunah dulu.", atau gini "Saya itu kurang semangat kerja kalo nggak lari maraton dulu."
Begitu kan lebih baik, lebih sehat, hehe...

Iya, menurut saya, itu bukan karna faktor kecanduan, tapi lebih karena faktor SUGESTI. Pernah mendengar kan bahwa selain obat, sakit bisa sembuh karena faktor sugesti yang kuat? Saya menulis begini bukan cuma nulis asal, karna saya, dulu juga pernah menjadi perokok. Iya, pernah menjadi perokok, dan tidak ada kecanduan-kecanduannya sama sekali. Merokok ya merokok saja, berhenti ya berhenti saja. Saya rasa jika memang niat ingin berhenti, ya pasti bisa. Orang yang bilang pengen banget dan sudah niat banget berhenti merokok, tapi sampai dia ngomong begitu, kok masih merokok, saya SANGAT YAKIN kalau dihatinya tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya, belum ada kesungguhan untuk benar-benar mau berhenti. :)

Alasan ke dua saya menghentikan diskusi, yaitu karena dia menganggap, kalau semua yang dilakukan manusia di dunia itu takdir tanpa campur tangan manusianya itu sendiri. Termasuk dirinya yang menjadi perokok. Barangkali kalau seseorang tidak usah bekerja pun bisa kaya cuma dengan berdoa di dalam masjid. Iya dong? Kan memang begitu logikanya? 

Begini deh. Perokok yang bilang: "Ah, manusia merokok nggak merokok juga bakalan mati kalau sudah waktunya." Kalau sudah begini, Berarti dia sudah bicara takdir kan? Trus apa bedanya dengan orang yang ditakdirkan menjadi kaya hanya cuma dengan berdoa saja di dalam masjid, tanpa berusaha? Bukankah kalau takdir, ya sudah, pasti bisa. Berarti perokok itu juga percaya dengan hal itu. :)

Menurut saya, manusia diberi organ oleh Tuhan begitu sempurnanya. Dari jidat yang kelihatan jelas, sampai isi jerawat yang menyebalkan. Dari wajah cakep yang setiap orang ingin ditakdirkan seperti itu, hingga belek yang datang tanpa diminta yang tak jarang bikin malu. Dan yang paling membedakan dengan makhluk Tuhan lain adalah diberinya otak serta kemampuan untuk mengolahnya. Saya adalah termasuk orang yang tidak percaya bahwa manusia hanya cukup berdoa saja berjam-jam, berhari-hari, tanpa usaha, bisa mendapatkan apa yang dimintanya. Karna saya sendiri belum pernah menjumpai hal yang semacam itu. Saya belum pernah menemui orang yang berdoa minta kaya setiap hari berdiam di majid, trus tiba-tiba ada uang sekopor jatuh dari langit di depannya. Bukan saya tidak percaya pada kekuatan doa, tapi Tuhan juga tidak menyuruh cuma berdoa saja, tapi juga usaha kan?

Iya, kita yang dilahirkan sebagai manusia diberi otak bukan cuma untuk pelengkap organ tubuh. Sudah semestinya ketika sudah diberi, ya digunakan sebaik mungkin. Tau bahwa sudah seharusnya apa yang kita hirup untuk bernafas adalah oksigen, dan yang dikeluarkan adalah karbon. Maka, tidak malah menghisap apa-apa yang sudah jelas itu adalah karbon dan segala sesuatu yang membahayakan tubuh. Bagi kakek-nenek kita, dan mereka yang tidak sekolah mungkin wajar, dan bisa dimaklumi karna memang tidak tau bedanya mana udara baik, dan mana yang buruk untuk kesehatan.  Dan, kesehatan itu mahal. Kalian juga pasti sudah sering mendengar kalimat itu. FYI saja, saat saya menulis tulisan ini, saya masih dalam kondisi batuk. Menurut saya, lebih baik deteksi dini, daripada terlambat. Apalagi urusan organ dalam yang tidak terlihat. Dan hanya dalam dua malam itu saya mengeluarkan uang Rp.350.000,- hanya untuk periksa, rontgen paru, dan obatnya. Meski alhamdulillah hasil rontgennya, paru-paru saya baik-baik saja. Uang segitu bagi sebagian orang mungkin sedikit, tapi tidak bagi orang yang membutuhkan, termasuk saya. Apalagi keluar dalam waktu dua malem saja, dan untuk hal yang tidak kita inginkan, seperti sakit tadi. Itu uang bisa buat nyambung hidup seminggu lebih. :)) Iya, kesehatan itu mahal.

Entah kenapa saya selalu bernafsu saat membicarakan tentang ini. Ah, semoga kamu tau :)

Ini ada tulisan dari @pandji  tentang benarkah industri rokok penting untuk ekonomi Indonesia? Silahkan klik saja linknya: http://pandji.com/rokok/
 
Saya juga pernah menulis tentang kenapa harus tidak merokok untuk bisa ngirit. Di sini, di point yang ke-5.

Oh iya, ada tips untuk berhenti merokok yang pernah saya denger dan menurut saya paling ampuh: Saat mau merokok, gunakan sarung tinju, atau Saat mau merokok, bakarlah ke dua ujungnya.

Selamat mencoba. :)

8 comments:

  1. ada 1 tips lagi, ujung rokok nya kasih telotok trus bakar dah. :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe... Eh, tapi telotok tuh apa ya? maaf roaming nih hehe...

      Delete
  2. nice blog gan! kesimpulannya sebenarnya simpel sih.. kita bisa lepas dari apa yg sudah bikin kita ketagihan, tapi tetep aja ada sugesti yang menggoda.. analoginya juga keren nih, dgn cerita.. seolah2 kita ikut alurnya.. mantep!!

    ohya, jangan lupa mampir di blog saya ya gan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, semua tinggal tergantung niat sih. Segampang apa pun suatu hal, kalo gak ada niat, gak bakal tercapai (halaah..).
      BTW makasih banyak sdh sudi mampir dan ninggalin jejak. Siap grak.

      Delete
  3. Gw juga nulis cara berenti ngerokok di blog gw

    ReplyDelete
  4. Orang yang merokok sama aja kayak orang yg gak bersyukur ya. Dikasih organ yang bagus malah dirusak XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi. :)

      Tapi mereka juga bersyukur kan ya? Itu, mereka memanfaatkan uangnya yg berlebih untuk beli rokok. :D

      Delete