Apa yang kita harap terkadang tak sesuai dengan kenyataan.
Barangkali itu adalah sebuah kalimat yang sering kita dengar dari beberapa, bukan beberapa, tapi bahkan banyak orang dan tulisan, termasuk tulisan tadi. Dan hari ini, saya melihat ekspresi yang mewakili tulisan tadi dari beberapa siswa-siswa saya.
Iya, Belum lama ini, kelulusan SMP diumumkan. Seperti ritual-ritual dari dulu, bahwa pengambilan pengumuman itu harus diambil oleh orang tua, atau wali yang mewakili. Sesuai jadwal, para orang tua/wali dari siswa-siswa saya mulai berdatangan memenuhi panggilan KPK undangan yang diberikan oleh sekolah yang sudah ditandatangani oleh kepala sekolah tentunya. Saya rasa kedatangan mereka ke sekolah selain karena merasa gak enak karna sudah diundang, juga karena pengen tau apakah anaknya lulus atau tidak. Itu terlihat dari ketegangan raut wajah yang keluar dari wajahnya. Beberapa malah ada yang terlihat merah matanya. Lagi-lagi saya telaah, itu merah bukan karna habis ngupas bawang, atau pun habis kecolok sambal. Betapapun kecilnya
ujian bagi seseorang, ia adalah tetap ujian, di mana ia harus dilewati oleh masing-masing individu, di mana ia akan tampak besar bagi siapapun yang belum pernah mengalaminya, di mana itu akan menaikkan tingkatan untuk siapapun yang berhasil melaluinya.
ujian bagi seseorang, ia adalah tetap ujian, di mana ia harus dilewati oleh masing-masing individu, di mana ia akan tampak besar bagi siapapun yang belum pernah mengalaminya, di mana itu akan menaikkan tingkatan untuk siapapun yang berhasil melaluinya.
Tak ubahnya Ujian Nasional ini. Dia menjadi pembatas dan salah satu syarat seseorang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dan di setiap ujian, pasti ada harapan. Harapan-harapan itu yang bisa membangkitkan semangat untuk mencapainya, meski terkadang juga memberikan efek deg-degan yang menjurus pada menciutnya hati untuk mencoba menerima kemungkinan terburuk yang akan diterima yaitu sebuah kegagalan. Ya kegagalan. Dan ini mungkin yang menjadi salah satu sebab ketakutan dari siapapun yang mengikuti ujian itu, ataupun orang-orang terdekatnya, termasuk para orang tua tadi.
Semestinya, katakutan untuk sebuah kegagalan yang bersifat lulus atau tidak dalam Ujian Nasional ini tak harus terjadi. Jika memang sudah dipersiapkan dengan baik, maka untuk sekedar lulus mungkin bukan menjadi hal yang sulit, karena ada kisi-kisinya. Memang sih, kisi-kisi ini masih bersifat umum, tapi kan ada guru yang membantu memberikan contoh soal yang sesuai dengan kisi-kisi itu. Tinggal mau rajin atau tidak.
Ternyata, kecemasan juga mempunyai tingkatan. Di satu pihak cemas memikirkan lulus atau tidak, di pihak lain juga cemas, tapi bukan untuk hal kelulusan, ia cemas memikirkan rata-rata nilai yang akan diperolehnya. Ini satu tahap di atas soal kelulusan tadi. Di tahap ini, siswa tak lagi cuma lulus, tapi ia berharap agar mendapatkan nilai rata-rata tertentu, syukur-syukur bisa lebih, dengan tujuan dia bisa diterima di sekolah yang lebih tinggi yang dia targetkan. Satu lagi tingkatan di atas ini dan barangkali menjadi tingkatan tertinggi dalam hal pencapaian Ujian Nasional, adalah mereka yang menargetkan nilai UN-nya mendapat sempurna, tanpa ada salah satupun.
No comments:
Post a Comment