12/31/19

Ah, Teori ...

Semakin banyak dan gampang kita menemukan sebuah teori. Tak seperti dulu, di mana sumber ilmu satu-satunya adalah media cetak (dalam arti yang sebenarnya). Media yang ada tulisan di dalamnya. Buku, koran, dan majalah adalah media lazim yang bisa diakses oleh banyak orang.

Dulu mudah saja membedakan mana orang pintar dan tidak. Indikatornya cukup melihat sebagaimana sering ia berkutat dengan media cetak-media cetak itu (termasuk kitab di dalamnya). Sekarang, kita tak bisa dengan mudah memfonis apakah Si A pintar, Si B tidak, dsb. Sangkaan orang terhadap keilmuan seseorang di era digital seperti sekarang akan abu-abu. Bisa-bisa, ketika kita menilai tentang ketidaktauan seseorang, kita justru diberi beribu teori dan dalil yang bahkan sebelumnya tidak pernah kita dengar oleh orang tersebut. Kuapok!

Ya, yang makin mudah sekarang adalah melihat bermacam teori (dalam bentuk argumen) yang ngglathak di media online dari berbagai sumber. Muncul satu teori, dibantah oleh teori lain, padahal teori pertama belum kita telan seluruhnya. Lalu teori ke-dua
disanggah oleh teori lainnya lagi, begitu terus tak ada ujung-pangkalnya. Dan tiap hari dengan sadar kita dijejali itu.

Jika teori-teori yang tanpa kepentingan (pribadi atau golongan) pun sudah sedemikian tumpuk-undhung dan sudah pasti kita susah untuk menggunakan teori mana yang akan kita anut dan kita yakini kebenarannya, apalagi teori yang mengandung banyak kepentingan?

Akan menjadi musibah saat orang-orang yang belum (kalau tidak boleh disebut tidak) memiliki penyaring ilmu yang cukup, memegang alat yang di dalamnya bisa mengakses berbagai teori-teori yang tentu tak ada penanggung jawab yang jelas.

Dan yang bisa kita lakukan sekarang adalah membekali dan menguatkan tameng serta penyaring yang cukup, agar bisa menerima teori-teori yang ada, untuk selanjutnya kita olah, sehingga ilmu yang diperoleh bisa jernih saat akan digunakan.

No comments:

Post a Comment