12/31/19

Kangen

Tiga hari Frea tidak bertemu saya. Sejak Kamis, saya di Solo dan Sabtu baru kembali. Sampai di rumah, pintu tertutup, namun gorden jendela terbuka, sehingga dari luar masih bisa melihat bagian dalam. Dan tepat saat motor saya sampai di depan rumah, terlihat di seberang jendela Frea sedang asyik bermain sendirian di kursi. Dia langsung menengok ke arah luar begitu mendengar deru suara motor berhenti di depan rumah. Tampak dia mengamati dengan perlahan sosok yang masih berada di atas motor itu. Begitu helm dan masker saya buka, raut wajahnya berubah sedikit kaget dan langsung menuju pintu untuk kemudian membukanya dan lari ke arah saya sambil teriak: "BAPAAAAK..."
Saya tak kuasa untuk tidak berbalik menyambutnya. Dengan langkah agak tergesa, saya pun teriak: "SAYAAAANG..." lalu memeluknya erat dan menciumnya.

Tak lama kejadian itu berlangsung, dia meminta turun dari gendongan saya lalu berlari ke dalam rumah mengabarkan kepada ibunya, "Bapak pulang, Bapak pulang." Wajahnya tampak sumringah. Saya tersenyum geli melihatnya.

Agar setiap kepergian saya diharapkan kepulangannya oleh Frea, jika pergi
lebih dari sehari (dan jika tidak lupa serta ada sedikit rejeki), saya selalu membawakan buah tangan untuknya. Tak harus mahal, bahkan juga tak harus beli, yang penting ketika diberikan kepadanya, ada rasa senang di dirinya. Meski terkadang ini juga gagal. Yang penting usaha dan niatnya, kan?

Sambil bermain, sesekali Frea cerita tentang hari yang dilaluinya, entah kemarin, kemarin lalu, atau tadi pagi. Soalnya dia juga belum bisa membedakan penggunaan kata-kata itu. Bahkan sering sekali dia memakai kata "tadi malem" sebagai pengantar ceritanya meski kejadian yang sebenarnya terjadi "kemarin siang".

Sabtu itu adalah tanggal 5, di mana setiap tanggal tersebut, ada arisan bapak-bapak satu RT. Jam menunjuk pukul 19.15.

"Fre, bapak arisan dulu ya. Frea bobok dulu sama ibu," saya meminta ijin ke Frea.

"Halaaah... bapak tini aja. Peya tangen," jawabnya dengan nada memelas.

"Bapak juga kangen Frea. Tapi bapak harus arisan. Nanti kalau bapak pulang, bapak tidurnya peluk Frea," saya mencoba menegosiasi.

"Ndak mau. Bapak tini aja, ama Peya." Saya tertegun. Tidak pernah Frea merajuk begitu rupa ke saya. Apalagi bilang kangen. Kalau dengan ibunya lumayan sering. Saya lantas memeluk dan menciumnya lagi. Dengan erat. Dia juga diam saja. Cukup lama saya memeluknya. Tak pernah juga dia mau dipeluk saya dengan waktu yang begitu lama. Tentu saya senang.

Akhirnya saya mengajaknya ke kamar. Bermain di kamar, menunggu dia sedikit lengah. Setelah perhatiannya tak lagi ke saya, dan asyik dengan mainannya. Saya mlipir sambil pamit, “Bapak arisan dulu Fre.” Dia masih asyik bermain dengan ibunya. Dan saya dengan terpaksa membawa rasa kangen itu ke tempat arisan.

Terima kasih, Nak, sudah kangenin bapak.

No comments:

Post a Comment