Perihal makan, Frea termasuk anak yang gampang gampang susah. Suatu saat begitu lahapnya saat disuapkan makanan ke mulutnya, namun di saat lain, sudah dibujuk dengan berbagai cara pun dia tetap menolak. Tapi bagaimana pun, juga demi kesehatannya, mau tak mau harus mencari cara agar asupan makanan bisa tetap masuk di tubuhnya.
Sambil bermain, tentu alternatif utama yang kami lakukan, selain membolehkannya makan sambil melihat HP. Meskipun ke-duanya bukanlah alternatif cara yang kita sepakati seperti yang sudah saya tuliskan di tulisan-tulisan sebelumnya.
Banyak faktor kenapa anak terkadang enggan makan. Kemonotonan adalah faktor yang utama. Faktor keajegan ini juga tak melulu soal jenis dan menu makanannya saja, ia juga termasuk tempat. Ya, tempat. Kalau dipikir-pikir, ibu dan Titi-nya Frea selalu memasakkan Frea dengan menu yang gonta-ganti setiap harinya, tapi ya tetap saja ada waktu di mana dia enggan makan. Maka (dengan terpaksa) kami mengajak Frea keluar untuk main sepedaan sambil makan, atau terkadang juga kami makan di luar. Bukan, bukan di restoran atau jajan di luar, tapi kami membawakan bekal Frea untuk dimakan di taman, masjid, atau tempat terbuka lain. Nyatanya, di tempat-tempat 'baru' itu, Frea selalu habis banyak.
Pernah suatu waktu
ibunya Frea juga membawakan bekal untuk kami bertiga. Di masjid, seusai sholat, kami ngumpul di pojokan. Bekal dibuka, lalu Frea diminta makan. Sembari ibunya menyuapi Frea, dia meminta saya juga untuk makan (waktu itu saya belum tau kalau ibunya membawakan bekal untuk saya juga). Saya menolaknya, meski sudah duduk di pojokan dan sudah tidak banyak orang di sana. Dia tampak kecewa. Saya bilang, diskusinya nanti di rumah.
Saya cerita bahwa salah satu warisan yang diberikan Bapak adalah etika makan ini. Sejak kecil saya tidak dibolehkan makan sendiri ketika ada orang lain yang melihat.
"Jika tidak bisa berbagi, makanlah di tempat yang tidak dilihat orang lain," begitu kata Bapak.
No comments:
Post a Comment