Hampir setahun Bapak berjuang
menahan sakitnya. Tak pernah putus asa sedikitpun. “Yaa ora pa-pa, sing penting
sehat,” begitu kata Bapak setiap ada teman beliau yang datang menjenguk dan
menyemangati Bapak. Apa pun Bapak bersedia melakukan, demi kesembuhannya.
Termasuk ketika diharuskan untuk cuci darah dua kali dalam seminggu sejak
Agustus tahun lalu (2018).
Saya selalu ingat, setiap kali
habis menjenguk Bapak, saat pamitan ke beliau, kata-kata yang selalu saya
ucapkan setelah salim mencium tangan dan kening beliau, sebelum mengucap salam,
adalah “(Yang) Kuat nggih, Kung.” Seringnya, beliau hanya diam, lalu menjawab
salam.
Begitu pun hari itu. Saya pamit
kepada Bapak yang masih terbaring di rumah sakit, untuk kembali ke Semarang
karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan, dan bilang kalau lusa akan
kembali lagi. Saya berani meninggalkan Bapak karena kondisi beliau semakin
membaik. Bapak sudah bisa bercanda lagi ketika ada saudara yang menjenguk. Saya
tak menyangka kalau itu adalah pertemuan saya yang terakhir sebelum akhirnya
Bapak kembali kepadaNya (3 Mei 2019).
Sugeng tindak, Pak. Berbahagialah
di sana. Maafkan semua salah saya. Dan semoga saya tak pernah lupa mendoakanmu.
Untuk Bapak (Suroso bin Tjahyo),
Al Fatihah....
(20 Mei 2019)
No comments:
Post a Comment