7/17/19

Ring Donat



Hari Minggu kemarin (24 Maret 2019), untuk pertama kalinya Frea mengikuti sebuah perlombaan. Ibunya yang mendaftarkannya setelah meminta ijin saya. Layaknya sebuah perlombaan, untuk menjadi pemenang, dicari yang terbaik. Dan dalam hal ini yang tercepat, karna lomba kali ini adalah tentang ketangkasan. Menyusun ring donat.

Untuk bisa menyusun dengan cepat haruslah ada kerjasama yang baik antara otak sebagai bos dalam kerja, syaraf penghubung sebagai kurir yang mengantarkan perintah si bos kepada si pengeksekusi gerak, dan indra penggeraknya itu sendiri sebagai ujung tombak semua perintah si bos untuk diselesaikan. Jika salah satu saja dari ketiganya tidak bekerja dengan baik, maka sudah tentu hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Lalu, apakah Frea menang?

Lomba ring donat diperuntukkan anak usia 2 tahun sampai kurang dari 3 tahun. Anak di usia segitu, kemampuan untuk memasukkan semua ring dari yang ukurannya besar sampai yang terkecil adalah suatu yang tak mudah menurut saya. Apalagi bagi anak yang jarang sekali memainkan mainan itu.
Ia harus memilih satu per satu dari beberapa ring yang ada. Memilih mana yang harus didahulukan. 

Tentang ukuran, warna, bahkan ketika sudah
bisa masuk ke tempatnya pun harus berfikir apakah itu memang sudah benar diurutannya atau tidak? Belum lagi kalau ring donat yang dipakai ketika latihan di rumah berbeda warna dengan yang dipakai ketika lomba. Bagi anak usia 2 tahun, itu sudah sesuatu yang kompleks.

Peserta lomba menyusun ring donat kala itu kalau tidak salah ada 16 peserta, dan ketika daftar ulang, Frea mendapat nomor 5. Lomba di lakukan di ruang kelas. Dari ke-16 peserta itu dibagi menjadi 4 sesi, yang artinya setiap kali lomba diikuti oleh 4 peserta. Di tiap pemenang sesi-sesi itu diambil satu pemenang untuk kembali dilombakan merebutkan juara 1, 2, dan 3.

Dengan nomor urut 5, seharusnya Frea lomba pada sesi ke-dua. Namun karena ada satu peserta dari sesi satu yang belum datang, Frea akhirnya diikutkan pada sesi pertama.

Tata cara lomba, anak hanya boleh didampingi oleh satu orang tua. Sebelum anak memasukkan ring-ring ke tempatnya, mereka harus jalan terlebih dulu menuju ke tempat ring-ring itu berada yang berjarak kurang lebih 4 meter. Tapi sebelum benar-benar dimulai, mereka diberi kesempatan untuk berlatih satu kali terlebih dahulu.

Sesi latihan, ada satu anak yang menangis. Kelihatannya memang sudah badmood dari rumah. Karna waktu terus berjalan, panitia memutuskan untuk tetap memulai lomba. Ternyata dua anak yang lain malah ikut nangis. Mungkin mereka tidak mau berpisah dengan orang tuanya, sebab mereka harus berjalan sendiri ke tempat ring-ring berada. Jadi, dari ke-empat anak itu, hanya Frea yang tidak menangis.

Melihat teman-temannya menangis, Frea mengamati mereka, tidak jalan ke tempat dia harus memasukkan ring donat. Saya tidak tau apa yang ada di pikirannya. Yang jelas salama ini, setiap ada kejadian yang baru (dilihat atau dialaminya), dia selalu mengamati. Jika memungkinkan dan ada orang tuanya (atau orang yang sudah dikenalnya) dia menanyakannya.

Selain rasa penasarannya, rasa empatinya juga tinggi. Jika Ibu atau Titinya kesakitan dan Frea melihatnya, seketika wajahnya berubah dengan raut iba, lalu bertanya, “Ibu tenapa?”

Sampai lomba selesai, Frea hanya memasukkan dua ring. Itu pun tak urut.

Menurut hasil lomba, kamu memang tidak menang, Fre. Tapi kamu keren karna berani dan peduli. Itu memenangkan hati Bapak. Kayak ibumu. #uhuk
(28 Maret 2019)

No comments:

Post a Comment