Hari Minggu kemarin (24 Maret
2019), untuk pertama kalinya Frea mengikuti sebuah perlombaan. Ibunya yang
mendaftarkannya setelah meminta ijin saya. Layaknya sebuah perlombaan, untuk
menjadi pemenang, dicari yang terbaik. Dan dalam hal ini yang tercepat, karna
lomba kali ini adalah tentang ketangkasan. Menyusun ring donat.
Untuk bisa menyusun dengan cepat
haruslah ada kerjasama yang baik antara otak sebagai bos dalam kerja, syaraf
penghubung sebagai kurir yang mengantarkan perintah si bos kepada si pengeksekusi
gerak, dan indra penggeraknya itu sendiri sebagai ujung tombak semua perintah
si bos untuk diselesaikan. Jika salah satu saja dari ketiganya tidak bekerja
dengan baik, maka sudah tentu hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Lalu, apakah Frea menang?
Lomba ring donat diperuntukkan
anak usia 2 tahun sampai kurang dari 3 tahun. Anak di usia segitu, kemampuan
untuk memasukkan semua ring dari yang ukurannya besar sampai yang terkecil
adalah suatu yang tak mudah menurut saya. Apalagi bagi anak yang jarang sekali
memainkan mainan itu.
Ia harus memilih satu per satu
dari beberapa ring yang ada. Memilih mana yang harus didahulukan.
Tentang
ukuran, warna, bahkan ketika sudah
bisa masuk ke tempatnya pun harus berfikir apakah itu memang sudah benar diurutannya atau tidak? Belum lagi kalau ring donat yang dipakai ketika latihan di rumah berbeda warna dengan yang dipakai ketika lomba. Bagi anak usia 2 tahun, itu sudah sesuatu yang kompleks.
bisa masuk ke tempatnya pun harus berfikir apakah itu memang sudah benar diurutannya atau tidak? Belum lagi kalau ring donat yang dipakai ketika latihan di rumah berbeda warna dengan yang dipakai ketika lomba. Bagi anak usia 2 tahun, itu sudah sesuatu yang kompleks.
Peserta lomba menyusun ring donat
kala itu kalau tidak salah ada 16 peserta, dan ketika daftar ulang, Frea
mendapat nomor 5. Lomba di lakukan di ruang kelas. Dari ke-16 peserta itu
dibagi menjadi 4 sesi, yang artinya setiap kali lomba diikuti oleh 4 peserta.
Di tiap pemenang sesi-sesi itu diambil satu pemenang untuk kembali dilombakan
merebutkan juara 1, 2, dan 3.
Dengan nomor urut 5, seharusnya
Frea lomba pada sesi ke-dua. Namun karena ada satu peserta dari sesi satu yang
belum datang, Frea akhirnya diikutkan pada sesi pertama.
Tata cara lomba, anak hanya boleh
didampingi oleh satu orang tua. Sebelum anak memasukkan ring-ring ke tempatnya,
mereka harus jalan terlebih dulu menuju ke tempat ring-ring itu berada yang
berjarak kurang lebih 4 meter. Tapi sebelum benar-benar dimulai, mereka diberi
kesempatan untuk berlatih satu kali terlebih dahulu.
Sesi latihan, ada satu anak yang menangis.
Kelihatannya memang sudah badmood dari rumah. Karna waktu terus berjalan, panitia
memutuskan untuk tetap memulai lomba. Ternyata dua anak yang lain malah ikut
nangis. Mungkin mereka tidak mau berpisah dengan orang tuanya, sebab mereka
harus berjalan sendiri ke tempat ring-ring berada. Jadi, dari ke-empat anak
itu, hanya Frea yang tidak menangis.
Melihat teman-temannya menangis,
Frea mengamati mereka, tidak jalan ke tempat dia harus memasukkan ring donat.
Saya tidak tau apa yang ada di pikirannya. Yang jelas salama ini, setiap ada
kejadian yang baru (dilihat atau dialaminya), dia selalu mengamati. Jika
memungkinkan dan ada orang tuanya (atau orang yang sudah dikenalnya) dia
menanyakannya.
Selain rasa penasarannya, rasa
empatinya juga tinggi. Jika Ibu atau Titinya kesakitan dan Frea melihatnya,
seketika wajahnya berubah dengan raut iba, lalu bertanya, “Ibu tenapa?”
Sampai lomba selesai, Frea hanya
memasukkan dua ring. Itu pun tak urut.
Menurut hasil lomba, kamu memang
tidak menang, Fre. Tapi kamu keren karna berani dan peduli. Itu memenangkan
hati Bapak. Kayak ibumu. #uhuk
(28 Maret 2019)
No comments:
Post a Comment