Saya sadar, saya bukanlah tipe
orang yang bisa ngobrol lama dengan orang lain, apalagi yang tak sefrekuensi.
Juga dengan Bapak. Meski hubungan antara Bapak dengan anak bukanlah masalah
sefrekuensi atau tidak. Banyak hal yang tak saya omongkan ke Bapak, tapi beliau
tau. Apa yang masih ada di dalam hati dan baru berniat untuk mengatakannya ke
Bapak, beliau sudah bisa menebaknya.
Sebagai seorang anak, apa-apa
yang sekiranya tak mengenakkan hati saya, juga khususnya Bapak, inginnya saya
menyembunyikannya dari Bapak. Saya tak ingin membebankan pikiran Bapak. Saya
tau perasaan seorang Bapak jika tau anaknya tak bahagia. Namun tanpa
diceritakan pun, besar kemungkinan Bapak tau jika anaknya sedang ada masalah.
Bapak juga tipe orang yang sama.
Beliau tak ingin membebankan masalah ke orang lain. Sebisa mungkin, apa-apa
yang sedang dihadapinya, diselesaikannya sendiri, tanpa membebankan kepada
orang lain. Termasuk saat beliau menahan sakit yang dideritanya.
Sebenarnya sebelum Bapak difonis sakit,
perubahan fisik Bapak sudah terlihat. Tubuhnya makin kurus. Melihat perubahan
fisik Bapak tersebut, saya berkali-kali mengajak Bapak untuk mengecek
kesehatannya. Tapi berkali-kali pula Bapak menolaknya. Tak hanya anak-anaknya
yang meminta Bapak untuk periksa, teman dan para tetangga di rumah pun
berkali-kali juga membujuknya. Tapi ya itu, Bapak adalah tipe orang yang tak
ingin menyusahkan orang lain. Beda dengan saya yang sudah banyak menyusahkan orang
lain.
Begitu
banyaknya orang-orang yang sangat peduli dan menyayangi Bapak. Ini terlihat
selama Bapak sakit. Begitu banyak orang yang menjenguk Bapak, entah pada waktu
di rumah maupun saat berada di rumah sakit. Juga terlihat saat Bapak kembali
padaNya. Begitu banyak orang-orang yang datang melayat Bapak.
Dari
setiap peristiwa, ada hal yang bisa kita ambil untuk dijadikan pembelajaran.
Maha Benar Allah dengan segala firmanNya.
Untuk
Bapak, Al Fatihah....
(19
Juni 2019)
No comments:
Post a Comment