7/25/19

Bapak III



Puasa dan lebaran tahun ini adalah kali pertama tanpa ditemani Bapak, setelah beliau kapundhut dua hari menjelang ramadhan sebulan lalu.

Apa yang paling membekas dari Bapak saat ramadhan adalah cara membangunkan saya ketika sahur. Meski agak keras, intonasi suaranya tak mungkin akan terlupa di otak saya. Juga nada ketika beliau ndarus. Nada mengaji yang begitu khas. Saya menyesal karna tak sempat merekamnya.

Ada kenangan lain saat bulan puasa dengan Bapak yang sampai saat ini masih berkesan. Kejadiannya saat saya masih SD. Entah kelas berapa. Di kampung saya waktu itu, tiap ngabuburit, anak-anak pada sepedaan ke bendungan yang jaraknya kira-kira tiga kiloan meter. Ya, lumayan jauh memang. Tapi itulah satu-satunya obyek yang paling menarik kami untuk mendatanginya.

Sebelum berangkat, Bapak selalu berpesan agar sebelum beduk Maghrib harus sudah sampai di rumah. Layaknya anak-anak, keasyikan bermain bisa melupakan segalanya, terutama waktu. Karena masalah itu, saya dimarahi Bapak. Padahal hanya selang beberapa menit setelah adzan. Kini saya tau kekhawatiran seorang orang tua terhadap anaknya.

Ini adalah kenangan foto-foto bapak lebaran tahun lalu. Di mana beliau masih bisa membuatkan taman kecil untuk bermain cucu-cucunya, bersilaturahmi dengan saudara, bercanda dengan anak-cucunya, juga masih bisa mendoakan hal-hal yang terbaik untuk anak-anaknya.
(6 Juni 2019)

No comments:

Post a Comment