Tadi malam, di teras sebuah masjid bakda maghrib, sembari menunggu isya,
saya dan istri mengobrol seperti biasa. Terlihat di halaman masjid ada beberapa
anak yang sedang asyik bermain. Ada yang bersepeda, mengobrol, ada juga yang
sedang bermain HP.
"Bu, itu anak-anak tiap hari di sini, atau cuma waktu malam Minggu
saja ya?" tanya saya ke istri saat melihat anak-anak itu. Saya memang
sering iseng menanyakan apa pun yang saya lihat dan atau ada di pikiran saya ke
istri sekadar mencandainya.
Awalnya dia cuma nyengir. Lalu seperti telah mengingat sesuatu.
"Pak, besok kalau Frea udah sekolah, kita bolehkan dia main HP tiap hari
ya.."
Saya bingung dengan pertanyaannya. "Maksudnya?"
"Lihat anak itu," sambil menunjuk anak yang sedang asyik memainkan gawainya. "Atau perhatikan anak-anak usia sekolah pada umumnya. Kebanyakan mereka hanya
diperbolehkan main HP oleh orang tuanya hanya di hari libur -- Sabtu dan Minggu."
"Trus?" Saya menanggapinya agar terlihat seperti benar-benar sedang fokus memperhatikannya bicara, meski sambil memperhatikan seorang cewek yang saat itu baru sampai di tempat parkir.
Lalu dia melanjutkan, "Karna seperti itu, mereka jadi berpikiran, bahwa hari yang paling mengasyikkan adalah saat week end tiba."
"Ya memang kenyataannya begitu kan?" sanggah saya memotongnya bicara.
"Iya, benar. Nah karna seperti itu, akhirnya hari-hari selain hari libur, jadi hari yang membebani mereka bahkan sejak dalam pikiran, sebelum benar-benar menjalani hari itu.”
Saya mencoba mencerna.
"Jadi, kalau bisa, tiap hari ya biasa saja, sama saja, agar saat menjalani sekolah nanti bukanlah hari dengan beban yang berat. Syukur-syukur menjadi hari yang selalu menyenangkan setiap harinya."
"Trus soal HP?"
"Ya kita tetap membolehkan dia main HP tiap hari, tapi tetap dengan batasan dan pengawasan. Frea hanya boleh main HP di ruang terbuka,"
"Di taman kota?"
"BUKAAAAN..."
"Di pinggir jalan?"
"BUKAAN BAPAK. Dengerin dulu ih." saya diam, dia melanjutkan, "Maksudnya di tempat yang kita bisa lihat dan awasi. Dia tidak boleh main HP di kamar. Kita juga membatasi, dia hanya boleh main HP di waktu tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Begitu. Menurut Bapak gimana?” seperti biasa, istriku selalu meminta persetujuan dariku setiap apa yang telah dikemukakannya.
Saya tau, ini baru sebuah gagasan dan sekadar teori. Tapi teorinya kali ini masuk akal dan sulit untuk saya sanggah. Tidak ada yang salah apabila kita mencoba mempraktikannya bukan? Bukankah banyak hal dalam hidup, kita mengenal teorinya terlebih dulu sebelum kemudian mempraktikannya?
Adzan isya berkumandang. Saya menuju ke tempat wudhu.
(10 Maret 2019)
No comments:
Post a Comment