7/25/19

Tarawih



Pasca jatuh (3 Mei 2019), semingguan di rumah, saya tidak tarawih. Di lutut ada lecet yang lumayan besar. Maka ketika sujud, saya harus ekstra pelan dan hati-hati sehingga membutuhkan waktu yang lama. Karena itu saya memutuskan untuk tidak tarawih. Saya baru tarawih ketika memasuki 10 malam yang ke-dua, meski luka di lutut belum sembuh benar.

Pasca jatuh itu pula saya belum bisa mengendarai motor, karena ada luka di telapak tangan kanan. Maka setiap saya ke masjid untuk tarawih, ibunya Frea yang mengendarai motor di depan dan saya hanya membonceng saja. Dia yang mengantar-jemput saya, Titi, dan Tatung saat ke masjid—juga bersama Frea tentunya.

Sebenarnya tidak terlalu jauh jarak dari rumah ke masjid, hanya saja masjidnya adalah masjid instansi pemerintah yang letaknya berada di dalam komplek perkantoran, dan untuk menuju ke sana harus melewati gerbang yang ada pos penjaganya. Masjid yang hanya ramai saat ada tarawih, sholat Jum’at, serta sholat Id saja. Setelah itu, hanya dihuni oleh orang-orang diperkantoran itu saja karena letaknya bukan di area perkampungan. Tak sampai 15 menit, begitu tarawih selesai, di masjid hanya tersisa 2-3 orang. Pernah suatu kali sesampai di masjid saat menjemput saya, masjid sudah sepi. Frea bilang ke ibunya, “Bu, masjidnya sudah habis.” BUKAN MASJIDNYA YANG HABIS FREE... TAPI ORANGNYA YANG SUDAH HABIS.

Suatu malam, setelah tarawih usai,
seperti biasa ibunya Frea mengantarkan Titi dan Tatung dulu ke rumah, baru setelah itu kembali ke masjid lagi menjemput saya. Frea? Tentu saja dia ikut mondar-mandir bersama ibunya.

Saat itu ada pelatihan dari instansi pemerintah yang jumlahnya sangat banyak di sepanjang jalan depan masjid. Sesampai di tengah kerumunan orang-orang itu Frea teriak, “WAAAH... BANYAK TETALI !!!” Kontan orang-orang itu mengarahkan pandangan ke Frea dan ibunya. Ada seorang di kerumunan orang itu yang menyahuti Frea, “Iya, banyak. Ini kan kereta api.” Ibunya merah padam. Haha...
(2 Juni 2019)

No comments:

Post a Comment