9/30/14

Dibuat Malu

Satu yang saya sering ingat ketika akan melakukan kesalahan adalah hukumannya. Baik saat sekolah dulu sampai dengan kehidupan sekarang, yang bahkan sudah tak ada lagi orang yang mau menghukumnya. Iya barangkali hukum alam dan hukuman dari Tuhan adalah hal yang begitu sangat menakutkan bagi saya.

Selain dua hukuman itu, ada lagi hukuman lain yang saat sekolah dulu, lebih menakutkan dari sekedar dihukum untuk lari keliling lapangan atau push up. Ia adalah hukuman yang bisa membuat malu. Entah diminta menyanyi di depan kelas, atau meminta tanda tangan ke semua guru yang ada di sekolah.

Bagi saya, #dibuatmalu adalah sebuah aib. Aib yang

Poli-sick (tulisan ini blm selesai)


gambar diambil dari iipx.blogspot.com


Politik? Ah, saya dulu malas sekali mendengar kata politik. Apa itu politik? Saya tidak begitu peduli, “biarkan pemerintah saja yang memikirkannya”. Begitu pikir saya saat itu. Lagian memang, saya punya latar belakang pengetahuan yang negative tentang hukum dan kroninya, tentang pemerintahan orde baru yang mendarah dagingkan korupsi hingga sampai pada masa sekarang yang justru banyak orang yang bilang bahwa itu tidak mungkin bisa dihilangkan. (Dan sampai sekarang pun saya masih mendengar secara langsung budaya ini). 

Iya, betapa dulu ya tinggal manut saja apa kata pemerintah. Apa yang menjadi keputusannya mau tidak mau harus dilaksanakan. Termasuk keputusan tentang naiknya harga diri bumbu dapur. Memang sekarang tidak begitu?