12/18/13

Kutilangku


Dibuang sayang. Tidak tau siapa yang memualai menggabungan dua kata itu. Mungkin pada jaman dulu ada pasutri yang saling menyayangi. Karena sang suami sangat cinta pada kebersihan, maka ketika ada sesuatu yang dianggapnya sampah, dia langsung menyuruh istrinya untuk membuangnya. "Dibuang Sayaaang...".
Ok, lupakan dua kisah pasangan suami istri tadi. Saya juga ngawur.

Yang jelas kata itu saya gunakan karena saya mau nge-share tulisan lama saya yang memang sudah lama. Tulisan ini juga ada di sini, di buku My Amazing Pet . Salah satu bentuk usaha dengan tujuan bisa menyalurkan semangat untuk menyayangi binatang yang ditulis oleh Sary Melati dkk. Oh iya, tulisan ini tidak saya edit, jadi.... ya sudahlah :). Langsung saja ya sayaang....


....

Kali ini aku bercerita tentang aku dan burung kutilang yang aku pelihara dulu. Kejadian ini sebenarnya sudah lama sekali, ketika aku masih duduk di bangku SD dulu. Tapi pengalaman ini tidak mungkin aku lupa, karena memang hanya sekali itu aku mengalaminya, yaitu pelihara anak kutilang dari baru menetas sampai kutilang-kutilang itu tumbuh dewasa dan bisa terbang selayaknya burung lainnya. Pengalaman yang menurutku cukup menarik untuk di share ke kalian. Dan selanjutnya berharap semoga ada kesan dan pesan tersendiri buat yang baca.
“Le (panggilan bagi anak laki-laki di jawa), ni pakdhe dapet anak tilang (burung kutilang maksudnya)”, saura pakdhe terdengar agak keras dari kejauhan ketika beliau baru pulang dari sawah.
“Dari mana pakdhe?”, sahutku.
“Tadi pakdhe nemu di sawah”,
“Mana pakdhe?”, tanyaku sambil berlari kecil mendekatinya segera ingin melihat anak burung itu.
Ternyata anak burung kutilang yang dibawa pakdhe masih sangat kecil. Kedua anak kutilang itu masih ada dalam sangkar burung yang di buat induknya dulu. Kasihan juga melihat ke dua anak kutilang ini. Karena ke dua anak kutilang ini seharusnya masih diasuh oleh induknya, masih dalam lindungan induknya, bayi kutilang ini belum bisa nyari makan sendiri. Boro-boro nyari makan, makanpun harus disuapin oleh induknya. Mungkin ini juga alasan pakdhe membawanya ke rumah. Karena beliau temukan di bawah pohon.
Sebenanya aku kurang begitu setuju kalo ada hewan (bukan hewan ternak) dipelihara oleh orang, khususnya burung. Bukan karena aku gak suka ama hewan-hewan itu, suka banget malah kalo lihat hewan-hewan itu. Mendengar kicauannya, indah di telinga, nyaman aja rasanya. Kurang setujunya karena sering aja melihat hewan-hewan itu mati karena hal sepele. Yang melihara lupa ngasih makan sehingga mati kelaparan. Sering juga menemui hewan peliharaan itu mati tanpa sebab, gak tau kenapa. Mungkin kalo aku boleh tebak, hewan itu mati karena stres (gak hanya manusia aja lho yang stres burung juga hehe…) karena tidak bisa terbang bebas di alam yang indah ini.
Memang hewan yang di alam liar sekalipun pasti juga akan mati, tapi kematian mereka adalah proses atau hasil seleksi alam. Dan aku tidak melihatnya secara langsung, jadi tidak timbul rasa iba yang berlebihan hehe…
“Terima kasih pakdhe”, ucapku ketika menerima “hadiah” itu.
“Rawat yang baik ya, jangan lupa kasih makan jangan sampai telat”, pesan beliau kepadaku saat itu.
Senang sekali aku dikasih anak burung yang lucu-lucu, anak burung itu hanya dua ekor. Untung aku sudah pernah pelihara burung sebelumnya, sehingga sangkar burung yang dulu, bisa aku gunakan untuk kedua anak kutilang ini. Sebenarnya sangkar burung yang aku punya untuk burung pipit yang ukurannya jauh lebih kecil bila dibanding dengan sangkar burung kutilang pada umumnya. Tapi karena aku hanya punya itu dan kebetulan burung itu masih kecil dan belum punya bulu, jadi gak masalah. Tapi aku harus menyiapkan sangkar baru yang lebih besar untuk kutilang-kutilang itu kalo sudah bisa terbang nanti.
Setiap hari dengan semangat sekali aku merawatnya. Sebelum aku berangkat ke sekolah pasti aku kasih makan dulu, bahkan sebelum aku sarapan. Setelah pulang sekolah, yang pertama aku lihat adalah teman baruku, siapa lagi kalo bukan kedua kutilang itu. Aku kasih makan lagi, ku suapin satu-satu bergantian. Lucu sekali melihat tingkah keduanya saat dikasih makan gini, mereka saling berebut untuk mendapat jatah. Satu dikasih, satunya merengek, begitu sebaliknya. Saat-saat yang menyenangkan yang selalu aku tunggu bercanda dengan mereka.
Hari demi hari mereka tumbuh, bulu-bulu juga mulai tumbuh dan terus tumbuh menutupi dan setidaknya sedikit menghangatkan tubuhnya. Kasihan juga melihat tubuhnya lama terbuka kedinginan karena gak ada bulunya hihihi… Melihat mereka mulai bisa berjalan, berlari kecil berebut suapan dariku saat kasih makan, belajar mengepakkan sayap, lucu sekali melihatnya.
Dan mungkin karena setiap hari berinteraksi dengan mereka, antara aku dan kedua burung itu seperti ada ikatan batin (halah kayak apaan aja ya hehe…) tapi bener, kayak anak ama orang tuanya mungkin. Itu bisa dilihat setiap kali aku lewat di sebelah sangkar burung itu, mereka selalu mengeluarkan suara seperti memanggil-manggil. Kemungkinan besar mereka manggil-manggil sih karena lapar minta makan. Tapi anehnya kalo yang lewat orang selain aku, burung-burung itu diem. Ya mungkin karena bau badanku kali ya hehe….
Bulu-bulunya semakin rapat menutupi semua tubuhnya. Ke dua sayapnya pun juga mulai mengembang. Aku ajari mereka untuk mengepakkan sayapnya. Mereka mulai merasakan kedekatan dengan kebebasannya setiap kali aku ajari terbang, karena memang aku lepaskan dari sangkar yang sangat membatasi gerak mereka itu. Kutilang-kutilang itu dengan riang bergerak kesana-kemari dengan bebas. Menikmati kebebasannya.
Aku semakin dekat dengan mereka. Hampir setiap hari aku habiskan waktu bermainku untuk bercengkrama dengan kutilang-kutilang itu. Mulai setelah pulang sekolah sampai sore hari. Rasanya kalo di sekolah inginnya cepet-cepet pulang. Kalo sudah sampai rumah, sebelum aku lepas sepatu, langsung yang aku tuju adalah sangkar burung dimana kutilang-kutilang itu berada. Langsung aku buka pintunya. Dan mereka berebut untuk segera terbang keluar sangkar. Seolah ingin lepas dari belenggu keterikatan yang membatasinya untuk bergerak.
Ke duanya terbang ke arahku, selalu mendekatiku, hinggap di kepalaku, di pundak, di tangan. Ini yang membuat aku betah berlama-lama bermain dengan mereka. Tingkahnya sangat bersahabat, aku punya teman yang bukan sesama manusia, tapi dengan hewan. Rasanya beda banget, kisah yang dulu hanya aku lihat di film-film kartun, yang tampaknya mustahil bila ada di dunia nyata. Dan ini aku alami. Mana ada sih manusia bicara dengan hewan? Masa iya hewan bisa disuruh-suruh dan mau dipanggil untuk datang mendekat? Tapi waktu itu aku merasakannya sendiri.
Walaupun aku lepas dari sangkarnya, tapi mereka tidak pernah terbang jauh-jauh, hanya sekitar rumah saja. Sebenernya kalo mau, kutilang-kutilang itu bisa saja terbang ke alam bebas, menikmati kebebasannya. Karena memang kutilang-kutilang itu sudah tumbuh dewasa, sudah bisa makan sendiri tanpa harus disuapi lagi. Tapi mungkin karena ikatan batin tadi, yang jelas burung-burung itu hanya terbang paling tinggi di atas ujung genteng rumah. Dan setelah itu ya kembali lagi mendekatiku, atau bertengger di atas sangkarnya. Pokoknya rasanya seneng banget melihat mereka seperti nurut padaku dan mengerti bahasaku. Terbang, aku siul dia mendekat. Aku terbangkan lagi, siul lagi, mendekat lagi. Seperti mainan pesawat remote control kali ya hehe, bedanya ini makhluk hidup.
Kalo aku ada di rumah, pintu sangkarnya tidak pernah aku tutup, sehingga jika mereka lapar, mereka biasanya terbang ke dapur walaupun di dapur juga gak ada makanan yang bisa dimakannya hihihi…. Nah mungkin karena kelaparan ini pernah suatu waktu aku kehilangan salah satu dari mereka. Dari pagi aku lepasin tiba-tiba ada dua ekor kutilang hinggap di pohon samping rumah. Dan sialnya kutilangku itu ikut terbang dengan kutilang-kutilang tadi. Sempet aku uber burung-burung itu, tapi namanya terbang ya gak mungkin juga aku buntuti. Aku hanya pasrah saja melihat mereka terbang.
Setelah pagi hari aku harus kehilangan salah satu kutilangku itu, aku seharian tidak main dengan yang satunya. Karena takut kehilangan keduanya, akhirnya burung yang masih aku langsung masukin ke sangkar. Mungkin kutilang itu juga sedih harus berpisah dengan saudaranya. Tidak ada temen lagi, dan kini dia di sangkar sendirian.
Sore hari ketika aku mau mandi, aku dikejutkan sesuatu. Di dapur ada seekor burung yang ternyata adalah kutilangku yang hilang tadi pagi. Kelihatannya dia kelaparan. Seneng banget aku karena dia gak jadi hilang. Dia pulang ke rumah kemungkinannya ada dua. Pertama, mungkin dia belum bisa beradaptasi dengan alam bebas seperti teman-temannya yang lain. Termasuk adaptasi dalam mencari makanan. Kedua, karena ikatan batin tadi. Dia merasa sudah punya keluarga sendiri yang tidak mungkin dia tinggal. Tapi bener ini kejadian nyata yang aku alami. Antara manusia dan hewan pun punya keterikatan. Bila kita menyayanginya dia pun akan menyayangi kita. Seperti hukum timbal balik. Dan ini pun juga berlaku untuk semua benda, termasuk hubungan antara manusia dengan alam.
Sayangnya kejadian hilangnya teman-temanku ini berulang. Dan harus keduanya yang hilang. Kembali aku harus mencari untuk yang ke dua kalinya. Seperti biasa aku mencari ditempat yang mungkin disinggahi. Namun hasilnya nihil juga. Sedih banget rasanya jika sampai hilang beneran, karena aku sudah lama bareng dengannya (kayak pacaran aja ya hihihi). Tapi beneran meskipun kita beda, aku sayang banget ama kutilangku itu. Makanya kalo aku lihat ada orang yang hewan peliharaannya mati, yang punya sampai nangis-nangis aku maklumi, karena mungkin antara hewan piaraan dan majikannya sudah lama bareng sehingga ada ikatan batin yang aku ceritakan tadi.
Terus aku cari kutilangku itu di sekeliling rumah sampai di pohon-pohon di tepi sawah. Karena aku sering liat ada beberapa burung kutilang yang berada di situ. Barangkali mereka ikut bergerombol dengan teman-temannya itu. Tapi hasilnya nol. Burung kesayanganku itu tidak juga ketemu. Akhirnya dengan berat hati aku relain mereka pergi. Mungkin memang dia sudah harus menikmati kebebasannya hidup di alam. Tidak lagi dibatasi oleh anyaman bambu-bambu yang hanya berukuran 40 cm x 40 cm x 60 cm.
Kebebasan tanpa ada kekangan dari siapapun merupakan keinginan bagi semua makhluk hidup. Manusia, hewan, maupun tumbuhan sekalipun menginginkan suatu kehidupan yang nyaman. Meskipun kebebasan itu tidak harus membelinya dengan mahal, tapi mungkin bagi hewan terutama hewan-hewan yang terus dijadikan buruan oleh orang yang menurutku sangat tidak bertanggung jawab, kebebasan itu menjadi sangat mahal harganya.
Bagi mereka para pemburu kadang tidak memikirkan kalo nanti anak cucu mereka mungkin tidak akan lagi bisa melihat hewan-hewan yang telah di bunuhnya. Hanya bisa dilihat di gambar atau foto. Sungguh memilukan. Alam yang seharusnya menjadi sumber nyata bagi pembelajaran anak akan hanya di dengar ceritanya saja. Apakah kalian mau anak cucu kalian mengalaminya? Mudah-mudahan mereka para pemburu bisa sadar dan mau memikirkan tentang kelangsungan sumber belajar yang semakin lama semakin sedikit populasinya.
Aku hanya bisa berpesan untuk diriku sendiri dan untuk orang yang mau saja. Tetap sayangilah semua makhluk yang sudah diciptakan Tuhan dengan sangat indah di bumi ini. Sayang sesama manusia, hewan, tumbuhan, bahkan untuk alam ini. Aku sangat percaya kalo hukum timbal-balik itu pasti berlaku. Jika kita mau menyayangi mereka, mereka juga akan balik menyayangi kita. Dan juga sebaliknya. Jangan sampai alam murka kepada kita sebelum akhirnya menyesal.
Let’s save the animal and save our earth.


No comments:

Post a Comment