Dibuang sayang. Tidak tau siapa yang memualai menggabungan dua kata itu. Mungkin pada jaman dulu ada pasutri yang saling menyayangi. Karena sang suami sangat cinta pada kebersihan, maka ketika ada sesuatu yang dianggapnya sampah, dia langsung menyuruh istrinya untuk membuangnya. "Dibuang Sayaaang...".
Ok, lupakan dua kisah pasangan suami istri tadi. Saya juga ngawur.
Yang jelas kata itu saya gunakan karena saya mau nge-share tulisan lama saya yang memang sudah lama. Tulisan ini juga ada di sini, di buku My Amazing Pet . Salah satu bentuk usaha dengan tujuan bisa menyalurkan semangat untuk menyayangi binatang yang ditulis oleh Sary Melati dkk. Oh iya, tulisan ini tidak saya edit, jadi.... ya sudahlah :). Langsung saja ya sayaang....
....
Kali ini aku bercerita
tentang aku dan burung kutilang yang aku pelihara dulu. Kejadian ini sebenarnya
sudah lama sekali, ketika aku masih duduk di bangku SD dulu. Tapi pengalaman
ini tidak mungkin aku lupa, karena memang hanya sekali itu aku mengalaminya,
yaitu pelihara anak kutilang dari baru menetas sampai kutilang-kutilang itu
tumbuh dewasa dan bisa terbang selayaknya burung lainnya. Pengalaman yang
menurutku cukup menarik untuk di share ke kalian. Dan selanjutnya berharap
semoga ada kesan dan pesan tersendiri buat yang baca.
“Le (panggilan bagi anak
laki-laki di jawa), ni pakdhe dapet anak tilang (burung kutilang maksudnya)”,
saura pakdhe terdengar agak keras dari kejauhan ketika beliau baru pulang dari
sawah.
“Dari mana pakdhe?”, sahutku.
“Tadi pakdhe nemu di sawah”,
“Mana pakdhe?”, tanyaku sambil berlari
kecil mendekatinya segera ingin melihat anak burung itu.
Ternyata anak burung kutilang
yang dibawa pakdhe masih sangat kecil. Kedua anak kutilang itu masih ada dalam
sangkar burung yang di buat induknya dulu. Kasihan juga melihat ke dua anak
kutilang ini. Karena ke dua anak kutilang ini seharusnya masih diasuh oleh
induknya, masih dalam lindungan induknya, bayi kutilang ini belum bisa nyari
makan sendiri. Boro-boro nyari makan, makanpun harus disuapin oleh induknya.
Mungkin ini juga alasan pakdhe membawanya ke rumah. Karena beliau temukan di
bawah pohon.
Sebenanya aku kurang
begitu setuju kalo ada hewan (bukan hewan ternak) dipelihara oleh orang,
khususnya burung. Bukan karena aku gak suka ama hewan-hewan itu, suka banget
malah kalo lihat hewan-hewan itu. Mendengar kicauannya, indah di telinga,
nyaman aja rasanya. Kurang setujunya karena sering aja melihat hewan-hewan itu
mati karena hal sepele. Yang melihara lupa ngasih makan sehingga mati
kelaparan. Sering juga menemui hewan peliharaan itu mati tanpa sebab, gak tau
kenapa. Mungkin kalo aku boleh tebak, hewan itu mati karena stres (gak hanya
manusia aja lho yang stres burung juga hehe…) karena tidak bisa terbang bebas
di alam yang indah ini.
Memang hewan yang di alam liar
sekalipun pasti juga akan mati, tapi kematian mereka adalah proses atau hasil
seleksi alam. Dan aku tidak melihatnya secara langsung, jadi tidak timbul rasa
iba yang berlebihan hehe…
“Terima kasih pakdhe”, ucapku ketika
menerima “hadiah” itu.
“Rawat yang baik ya, jangan lupa kasih
makan jangan sampai telat”, pesan beliau kepadaku saat itu.
Senang sekali aku dikasih
anak burung yang lucu-lucu, anak burung itu hanya dua ekor. Untung aku sudah
pernah pelihara burung sebelumnya, sehingga sangkar burung yang dulu, bisa aku
gunakan untuk kedua anak kutilang ini. Sebenarnya sangkar burung yang aku punya
untuk burung pipit yang ukurannya jauh lebih kecil bila dibanding dengan
sangkar burung kutilang pada umumnya. Tapi karena aku hanya punya itu dan
kebetulan burung itu masih kecil dan belum punya bulu, jadi gak masalah. Tapi
aku harus menyiapkan sangkar baru yang lebih besar untuk kutilang-kutilang itu
kalo sudah bisa terbang nanti.
Setiap hari dengan
semangat sekali aku merawatnya. Sebelum aku berangkat ke sekolah pasti aku
kasih makan dulu, bahkan sebelum aku sarapan. Setelah pulang sekolah, yang
pertama aku lihat adalah teman baruku, siapa lagi kalo bukan kedua kutilang
itu. Aku kasih makan lagi, ku suapin satu-satu bergantian. Lucu sekali melihat
tingkah keduanya saat dikasih makan gini, mereka saling berebut untuk mendapat
jatah. Satu dikasih, satunya merengek, begitu sebaliknya. Saat-saat yang
menyenangkan yang selalu aku tunggu bercanda dengan mereka.
Hari demi hari mereka
tumbuh, bulu-bulu juga mulai tumbuh dan terus tumbuh menutupi dan setidaknya
sedikit menghangatkan tubuhnya. Kasihan juga melihat tubuhnya lama terbuka kedinginan
karena gak ada bulunya hihihi… Melihat mereka mulai bisa berjalan, berlari
kecil berebut suapan dariku saat kasih makan, belajar mengepakkan sayap, lucu
sekali melihatnya.
Dan mungkin karena setiap
hari berinteraksi dengan mereka, antara aku dan kedua burung itu seperti ada
ikatan batin (halah kayak apaan aja ya hehe…) tapi bener, kayak anak ama orang tuanya
mungkin. Itu bisa dilihat setiap kali aku lewat di sebelah sangkar burung itu,
mereka selalu mengeluarkan suara seperti memanggil-manggil. Kemungkinan besar
mereka manggil-manggil sih karena lapar minta makan. Tapi anehnya kalo yang
lewat orang selain aku, burung-burung itu diem. Ya mungkin karena bau badanku
kali ya hehe….
Bulu-bulunya semakin rapat
menutupi semua tubuhnya. Ke dua sayapnya pun juga mulai mengembang. Aku ajari
mereka untuk mengepakkan sayapnya. Mereka mulai merasakan kedekatan dengan
kebebasannya setiap kali aku ajari terbang, karena memang aku lepaskan dari
sangkar yang sangat membatasi gerak mereka itu. Kutilang-kutilang itu dengan
riang bergerak kesana-kemari dengan bebas. Menikmati kebebasannya.
Aku semakin dekat dengan
mereka. Hampir setiap hari aku habiskan waktu bermainku untuk bercengkrama
dengan kutilang-kutilang itu. Mulai setelah pulang sekolah sampai sore hari.
Rasanya kalo di sekolah inginnya cepet-cepet pulang. Kalo sudah sampai rumah,
sebelum aku lepas sepatu, langsung yang aku tuju adalah sangkar burung dimana
kutilang-kutilang itu berada. Langsung aku buka pintunya. Dan mereka berebut
untuk segera terbang keluar sangkar. Seolah ingin lepas dari belenggu
keterikatan yang membatasinya untuk bergerak.
Ke duanya terbang ke
arahku, selalu mendekatiku, hinggap di kepalaku, di pundak, di tangan. Ini yang
membuat aku betah berlama-lama bermain dengan mereka. Tingkahnya sangat
bersahabat, aku punya teman yang bukan sesama manusia, tapi dengan hewan.
Rasanya beda banget, kisah yang dulu hanya aku lihat di film-film kartun, yang
tampaknya mustahil bila ada di dunia nyata. Dan ini aku alami. Mana ada sih
manusia bicara dengan hewan? Masa iya hewan bisa disuruh-suruh dan mau
dipanggil untuk datang mendekat? Tapi waktu itu aku merasakannya sendiri.
Walaupun aku lepas dari
sangkarnya, tapi mereka tidak pernah terbang jauh-jauh, hanya sekitar rumah
saja. Sebenernya kalo mau, kutilang-kutilang itu bisa saja terbang ke alam
bebas, menikmati kebebasannya. Karena memang kutilang-kutilang itu sudah tumbuh
dewasa, sudah bisa makan sendiri tanpa harus disuapi lagi. Tapi mungkin karena
ikatan batin tadi, yang jelas burung-burung itu hanya terbang paling tinggi di
atas ujung genteng rumah. Dan setelah itu ya kembali lagi mendekatiku, atau
bertengger di atas sangkarnya. Pokoknya rasanya seneng banget melihat mereka
seperti nurut padaku dan mengerti bahasaku. Terbang, aku siul dia mendekat. Aku
terbangkan lagi, siul lagi, mendekat lagi. Seperti mainan pesawat remote
control kali ya hehe, bedanya ini makhluk hidup.
Kalo aku ada di rumah,
pintu sangkarnya tidak pernah aku tutup, sehingga jika mereka lapar, mereka
biasanya terbang ke dapur walaupun di dapur juga gak ada makanan yang bisa
dimakannya hihihi…. Nah mungkin karena kelaparan ini pernah suatu waktu aku
kehilangan salah satu dari mereka. Dari pagi aku lepasin tiba-tiba ada dua ekor
kutilang hinggap di pohon samping rumah. Dan sialnya kutilangku itu ikut
terbang dengan kutilang-kutilang tadi. Sempet aku uber burung-burung itu, tapi
namanya terbang ya gak mungkin juga aku buntuti. Aku hanya pasrah saja melihat
mereka terbang.
Setelah pagi hari aku
harus kehilangan salah satu kutilangku itu, aku seharian tidak main dengan yang
satunya. Karena takut kehilangan keduanya, akhirnya burung yang masih aku
langsung masukin ke sangkar. Mungkin kutilang itu juga sedih harus berpisah
dengan saudaranya. Tidak ada temen lagi, dan kini dia di sangkar sendirian.
Sore hari ketika aku mau
mandi, aku dikejutkan sesuatu. Di dapur ada seekor burung yang ternyata adalah
kutilangku yang hilang tadi pagi. Kelihatannya dia kelaparan. Seneng banget aku
karena dia gak jadi hilang. Dia pulang ke rumah kemungkinannya ada dua.
Pertama, mungkin dia belum bisa beradaptasi dengan alam bebas seperti
teman-temannya yang lain. Termasuk adaptasi dalam mencari makanan. Kedua,
karena ikatan batin tadi. Dia merasa sudah punya keluarga sendiri yang tidak
mungkin dia tinggal. Tapi bener ini kejadian nyata yang aku alami. Antara
manusia dan hewan pun punya keterikatan. Bila kita menyayanginya dia pun akan
menyayangi kita. Seperti hukum timbal balik. Dan ini pun juga berlaku untuk
semua benda, termasuk hubungan antara manusia dengan alam.
Sayangnya kejadian
hilangnya teman-temanku ini berulang. Dan harus keduanya yang hilang. Kembali
aku harus mencari untuk yang ke dua kalinya. Seperti biasa aku mencari ditempat
yang mungkin disinggahi. Namun hasilnya nihil juga. Sedih banget rasanya jika
sampai hilang beneran, karena aku sudah lama bareng dengannya (kayak pacaran
aja ya hihihi). Tapi beneran meskipun kita beda, aku sayang banget ama
kutilangku itu. Makanya kalo aku lihat ada orang yang hewan peliharaannya mati,
yang punya sampai nangis-nangis aku maklumi, karena mungkin antara hewan
piaraan dan majikannya sudah lama bareng sehingga ada ikatan batin yang aku
ceritakan tadi.
Terus aku cari kutilangku
itu di sekeliling rumah sampai di pohon-pohon di tepi sawah. Karena aku sering
liat ada beberapa burung kutilang yang berada di situ. Barangkali mereka ikut
bergerombol dengan teman-temannya itu. Tapi hasilnya nol. Burung kesayanganku
itu tidak juga ketemu. Akhirnya dengan berat hati aku relain mereka pergi.
Mungkin memang dia sudah harus menikmati kebebasannya hidup di alam. Tidak lagi
dibatasi oleh anyaman bambu-bambu yang hanya berukuran 40 cm x 40 cm x 60 cm.
Kebebasan tanpa ada
kekangan dari siapapun merupakan keinginan bagi semua makhluk hidup. Manusia,
hewan, maupun tumbuhan sekalipun menginginkan suatu kehidupan yang nyaman.
Meskipun kebebasan itu tidak harus membelinya dengan mahal, tapi mungkin bagi
hewan terutama hewan-hewan yang terus dijadikan buruan oleh orang yang
menurutku sangat tidak bertanggung jawab, kebebasan itu menjadi sangat mahal
harganya.
Bagi mereka para pemburu
kadang tidak memikirkan kalo nanti anak cucu mereka mungkin tidak akan lagi
bisa melihat hewan-hewan yang telah di bunuhnya. Hanya bisa dilihat di gambar
atau foto. Sungguh memilukan. Alam yang seharusnya menjadi sumber nyata bagi
pembelajaran anak akan hanya di dengar ceritanya saja. Apakah kalian mau anak
cucu kalian mengalaminya? Mudah-mudahan mereka para pemburu bisa sadar dan mau
memikirkan tentang kelangsungan sumber belajar yang semakin lama semakin
sedikit populasinya.
Aku hanya bisa berpesan
untuk diriku sendiri dan untuk orang yang mau saja. Tetap sayangilah semua
makhluk yang sudah diciptakan Tuhan dengan sangat indah di bumi ini. Sayang
sesama manusia, hewan, tumbuhan, bahkan untuk alam ini. Aku sangat percaya kalo
hukum timbal-balik itu pasti berlaku. Jika kita mau menyayangi mereka, mereka
juga akan balik menyayangi kita. Dan juga sebaliknya. Jangan sampai alam murka
kepada kita sebelum akhirnya menyesal.
Let’s save the animal and
save our earth.
No comments:
Post a Comment