12/1/13

Doktrin Nenek Moyang

"Eh kamu dapat nilai berapa Yu?", tanya Bagas pada Ayu. "Aku cuma dapat 7 nih. Kamu?", "Aku dapet 8". Itu adalah obrolan dari dua siswa setelah hasil ulangan dibagikan. Kenapa ada angka 7 dan 8? Karna gurunya memberi nilai, kalau tidak, mana mungkin ada nilai itu.:)  Oke, cara mendapatkan angkanya mungkin yang kita, bukan kita, tapi saya bahas. Itu karna ada cara penskoran nilai yang objektif.
Iya, nilai yang bisa diberi simbol angka hanya bisa untuk penilaian yang objektif. Berbeda dengan menilai kecantikan seseorang. Bagi satu orang mungkin si A cantik, tapi belum tentu bagi orang lain. Bisa jadi malah cantik banget. :)

Musik juga begitu. Tidak ada jenis musik yang lebih bagus atau lebih jelek dari jenis musik satu sama lain. Karna bentuk karya seni tidak bisa dinilai dengan angka. Meski yang namanya nilai ya identik dengan angka. Angka adalah angka, dia hanya sebuah simbol. Simbol yang diciptakan sama nenek moyang kita, dan kita menerima itu, meskipun mungkin dengan cara terpaksa, karna mereka memang memaksa dengan cara yang tidak memaksa.

Sama halnya saat
mereka menanamkan persepsi tentang baik dan buruk, tinggi - pendek, ataupun cakep sama jelek. Semua itu tidak akan ada kalau saja bukan karna doktrin mereka. Tidak ada yang mancung lebih indah dari yang pesek, tidak ada yang putih lebih bagus dari yang hitam untuk orang Asia, atau, tidak ada keriting menjadi kurang menarik dari yang lurus. Itulah yang menyebabkan  diciptakannya catok rambut.

Sampai sekarang, aturan mereka masih terus berlaku meski tidak tertulis. Memang, terkadang aturan tidak tertulis lebih sakti dari aturan yang tertulis. Kalau saja semua orang sudah melakukannya, tidak ada kecelakaan yang terjadi di jalan raya tanpa harus dijaga polisi, tidak ada orang yang mendahului antrean meski dengan jabatan tinggi. Tapi namanya manusia ya pasti punya lupa, karna Tuhan, Allah SWT menciptakan otak. Dan pasti juga punya salah, karna juga diciptakanNya hati.

Tidak Seperti tumbuhan yang tanpa aturan tertulis bisa selalu hidup berdampingan satu sama lain, tanpa bertumpuk. Kecuali benalu dan tumbuhan lain yang seperti itu. Kalaupun dibuatkan aturan tertulisnya juga akan percuma, mereka tidak ada yang bisa baca.

Aturan yang tidak tertulis untuk orang timur memang lebih tepat. Seharusnya. Bukan karna sanksi yang harus diemban saat melanggar, tapi moral yang mereka junjung. Itu kata Pak Warno, penjual nasi bungkus di depan pom sana. Dan saya suka makan disana. Di samping murah, yang jelas saya sering ditraktir disana. Karna ada dua jenis makan enak, pertama makan disaat perut lapar, kedua makan disaat ditraktir teman. Tidak, tidak hanya itu, ke dua jenis makan tadi menjadi tidak enak kalau tidak minum. Iya, minum. Itu penting.

4 comments:

  1. haha. keren postingannya. endingnya malah ngaco. hahaha
    tapi itu minum emang penting sih. bisa keselek ntar.


    kalau ada waktu, main ke blogku juga ya

    ReplyDelete
  2. Thanks bro.. tampaknya trlalu brlebihan mujinya 😊
    Pasti mampir ke blogmu. Jangan lupa sy tggu traktirannya.

    ReplyDelete