Tidak selamanya nasi itu menjadi
makanan yang enak. Ada saat dimana kita sangat malas makan nasi, entah karena
apa. Biasanya ketika kurang enak badan, mau makan pasti malesnya bukan main.
Meski tidak minum jamu, lidah rasanya pahit. Pikiran galau, karena baru diputus pacar
mungkin (meskipun banyak sih orang yang
kalo lagi suntuk bawaannya malah laapeeerrr terus). Atau buat yang kuliah, galau karena uang
kiriman orang tua belum datang sehingga memang tidak ada uang untuk beli nasi. Ah, semoga tidak. Yang jelas lidah ngerasa bosen dengan rasa nasi.
Tapi anehnya
orang Indonesia
ngerasa belum makan kalau belum makan nasi. Meski baru saja makan roti dua
bungkus ditambah ubi tiga piring, tapi kalau ditanya “udah makan belum?”, pasti
jawabnya “belum”. Nah paradigma ini yang mulai sekarang harus mulai dihilangkan.
Tapi ya mana mungkin? Karena saya pernah dimarahi dokter gara-gara tidak makan
nasi. Sebenarnya bukan marah sih, ini hanya kata saya saja. Karena terkadang,
luapan kemarahan adalah salah satu bentuk ungkapan kasih sayang.
Awalnya, saya periksa karena pagi
itu rasanya pusing sekali, sampai pada taraf muntah-muntah hingga muntahnya
tidak ada lagi yang dimuntahkan. Begitu saya menyampaikan keluhannya, dokter
itu langsung mendiagnosis kalau sakit saya disebabkan oleh saya yang sehari
sebelumnya tidak makan nasi. “Sakti nih dokter”, pikir saya. “Tidak usah heran
mas, ini sudah biasa bagi saya”, katanya menjawab. “Ajaib, benar-benar sakti
anda bu. Kata-kata saya dalam hati pun bisa dijawabnya”, masih kata saya dalam
hati. “Perut orang Jawa ya harus diisi nasi.”, imbuhnya diucapkan, bukan dalam
hatinya. Mana mungkin saya bisa mendengarnya jika hanya dalam hati saja.
Kalau tubuh kelebihan gula, bisa
kena penyakit diabetes. Sebenernya kalo tubuh kekurangan gula juga tidak baik
sih, tubuh akan lemas karena gula adalah sumber energi. Makanya semuanya memang
harus pas. Dan sampai sekarang saya tidak tau takaran pas itu yang seberapa? Ada
yang bisa kasih tau? (nanya serius nih).
Harusnya kalau praktisi kesehatan
itu mau benar-benar mambantu, mereka menciptakan alat yang bisa dipakai untuk
mengukur kandungan bahan makanan yang akan dimakan, sehingga setiap orang tau
hari ini harus makan apa saja agar bisa tercukupi kebutuhan gizinya, serta agar
tidak kelebihan. Dan yang terpenting, alat itu diproduksi secara masal dengan
harga yg bisa dijangkau kalangan bawah. Itu doa saya sih.
Ah, kok jadi ngelantur gini. Tapi
tidak mengapa, toh itu masih ada hubungannya juga sama hal yang akan saya tulis. Tentang apa? Tentang dokter cantik? Tentu bukan juga. Ini tentang gado-gado.
Yang belum tau gado-gado itu apa,
tanya pada dosen statistika. Tapi saya rasa itu tidak perlu. Di samping akan
kerepotan mencari dosennya, belum tentu juga dosennya mau menjawab. Belum lagi
kalau dosennya mengajukan syarat agar pertanyaanmu kelak dijawab dengan
menyuruh mengerjakan soal statistik-nya terlebih dahulu. Pusing? Sama. Ya sudah
lupakan dosen statistik yang katanya cantik itu. Emm, tunggu dulu, tidak jadi
cantik deh, biar masalah selesai.
Gado-gado juga bukan perangkat
lunak. Tapi itu sekarang, tidak tau kalo nanti dua tahun atau bertahun-tahun
lagi. Ice Cream dan Jelly saja sudah bukan sekedar makanan lagi, mana mahal
lagi harganya. Keren kan kalo makanan Indonesia jadi nama software. Tapi juga
sudah ada lho. Meski saya tidak tau.
Gado-gado itu ya gado-gado, semua
orang sudah pada tau. Jadi, tidak jadi saya jelaskan lagi. Kebanyakan gado-gado yang
saya temui di Semarang isinya ada kacang panjang, kol, tomat, daun selada,
mentimun, pare, kentang rebus, telur rebus, kadang ditambah tahu sama tempe
goreng, dan biasanya dimakan pake lontong dengan diatasnya diberi kerupuk udang
serta emping, disiram sambel kacang dan bawang goreng.
Berdasarkan bahan-bahan
tadi, berarti ada bahan yang mengandung
protein, karbohidrat, dengan rasa yang beda-beda.
Menurutmu, mana yang paling
enak dimakan terlebih dahulu? Kalau menurut saya sih ya yang mana saja, terserah
yang mau makan. Toh mereka sendiri juga yang bayar. Jadi suka-suka mereka saja.
Kalau saya ikut makan bersama mereka, ya saya akan tanya ke orang yang
mentraktir saya, mana dulu yang harus saya makan. Tidak enak kalo saya harus
tanya ke tukang parkir.
No comments:
Post a Comment