10/31/14

SMSpreneur

Kemarin, adik saya sms. Tidak seperti sms biasanya yang menanyakan mau pulang kapan, atau minta dijemput atau diantar untuk ke suatu tempat, tapi smsnya begini: "Mas, laundry di tempatku dapet diskon." Tidak saya gubris langsung sms-nya. Bukan apa-apa, disamping saat itu keadaan yang tidak memungkinkan untuk membalas karena lagi (sok) sibuk, juga karena hal yang disampaikan bukan hal yang mendesak. Mendesak di sini berarti sangat penting bagi kelangsungan hidup saya, misalnya begini, "Mas, ini dapet syukuran kue dari ibu kost.", atau "Mas, ini aku beli sate kebanyakan, tolong habisin yaa.". Nah, untuk urusan ini, adalah urusan yang sangat urgent bagi saya. Siapa saja yang
sms saya model begini, tidak akan saya sia-siakan. Juga karena saya punya pengalaman buruk tentang jasa laundry. Iya, sudah pernah saya tulis di sini. Di samping itu, saya mengira bahwa maksud sms itu adalah bahwa ada tempat laundry di dekat kosnya yang lagi memberi diskon.

"Mas, nyuci motor di tempatku 5ribu.", sms dari adik saya di hari berikutnya masuk.
"Males ke situnya, panas.", balasan sms saya, yang memang akhir-akhir ini cuaca di Semarang memang lagi panas-panasnya, sehingga memang kalau tidak ada keperluan yang penting atau urusan kerjaan, akan malas ke luar. Dan sepertinya dia kesal, karena tidak membalas lagi sms saya. :)
"Mas, uang yg dulu buat kenang2an PPL, sisanya tak pake ya? Besok bajunya tak setrikain.", sms ke tiga tentang penawaran jasa dari adik saya ini masuk lagi, dengan intonasi kata yang agak desperate gitu. Mungkin karena usahanya yang selalu gagal. :)
"Iya, kebeneran baju yg belum disetrika buanyak, besok tak tambahin.", jawab saya sekenanya dan karena memang langsung ingat ada setumpuk baju yang belum disetrika, huehe... Saya bahkan tidak ingat tentang uang yang dibicarakan di sms itu ketika membalas sms-nya.

Kuliah sekarang tuh enak. Universitas-universitas menyisipkan materi entrepreneur ke kurikulumnya untuk setiap jurusan (atau mungkin cuma di universitas adik saya, saya tidak tau pastinya). Dan ini setidaknya melatih agar tidak melulu menciptakan mahasiswa pelamar. Iya kalau melamar, terus diterima, kalau tidak? Apalagi melamar anak orang, trus ditolak. Duh... Ok lupakan. Lagipula sebegitu banyaknya setiap tahun universitas meluluskan mahasiswanya, tidak mungkin dengan jumlah yang sama pula perusahaan-perusahaan bisa menampung semua lulusan itu. Ah, yang penting bukan jadi mental pengemis.

"Whuaa... asem.", balasnya, saat tau mau dikasih setumpuk baju untuk disetrika.
"Rasain.", jawab saya dalam hati. 

No comments:

Post a Comment