Ada suatu keharusan bahkan semasa
'kecil nanggung' dulu, ketika dikasari/dibentak/dinakali oleh teman, balik misuh juga. Seperti candu. Rasanya
ada yang kurang ketika belum misuhi teman
dalam sehari. Ada kepuasan tersendiri saat bisa teriak kasar. Seperti ada
hormon adrenalin yang baru saja dikeluarkan.
Benar saja. Adrenalin berupa
keberanian sekaligus kewaspadaan untuk menerima umpatan balik dari orang yang lebih tua, ketika tau saya misuh.
Bagi yang belum tau apa itu misuh, mari kita samakan persepsi. Misuh adalah kata kerja, yaitu berkata
kasar, juga saru-- dalam tanda petik (karena masih ada yang berpandangan
begitu). Bisa juga diartikan umpatan secara kasar. Bisa secara sembunyi-sembunyi
dan pelan, bisa juga secara terang-terangan dengan NYARING MELENGKING ditujukan
kepada orang yang dipisuhi. Jancuk, adalah
kata pisuhan yang terlanjur terkenal ketimbang
darimana dia berasal. Nah, kurang lebih begitulah artinya. Ini versi saya. Yang
lain bagaimana? Setuju, to?
Umur belasan awal, adalah masa di
mana memandang sesuatu yang dianggap 'laki
banget' (atau mungkin juga cewek
banget, bagi perempuan-- saya juga kurang tau), akan ditampilkan dan
dipamerkan kepada teman sebaya, agar terlihat keren di mata mereka. Sesuatu yang
'laki banget' itu menurut saya pada
waktu itu, adalah dengan terlihat garang di depan siapapun. Ya, siapapun,
termasuk ke para cewek idaman. Entah dapat kesimpulan dari mana saya
berpandangan seperti itu. Yang jelas, teman-teman lain (yang saya lihat) juga
begitu.
Terlihat garang adalah kata
kuncinya. Dan misuh, adalah salah
satu caranya.
Ya, tiada hari tanpa misuh. Sehingga terkadang, apa yang dipisuhi juga tak jelas. Tersandung
sedikit, misuh. Dikagetin, misuh. Lihat cewek cakep, misuh. Itu baru perilakunya. Belum pada 'siapa' yang dipisuhi. Batu, kaki meja, tanah licin,
bahkan cewek yang saya kagumi pun tak luput ikut kena pisuhan. Lucu, to?
Namun semakin menginjak belasan
akhir, saya mulai menyadari, tampaknya para cewek idaman malah tak kunjung kesengsem dengan jurus pisuhan-pisuhan yang sudah saya
keluarkan. Bahkan mereka terkesan ilfil.
Dan benar saja, fakta bahwa cewek amat suka dengan kelembutan, adalah benar.
Belakangan saya amati, bahwa
ternyata ada beberapa tipe orang yang (masih) pantas kita pisuhi, dalam beberapa hal. Siapa saja mereka?
1. Si tukang serobot antrean.
Di beberapa tempat yang modern,
kini mengantre tak lagi membentuk barisan melajur ke belakang, tapi cukup
dengan mengambil nomor antrean, lalu duduk manis di tempat yang sudah
disediakan, menunggu nomor antreannya dipanggil.
Namun di beberapa tempat lain,
masih ada juga yang cara mengantrenya masih dengan cara klasik, yaitu harus
membentuk barisan berlajur. Antre di kasir swalayan, misalnya. Beli bensin di
Pom pun begitu.
Saya rasa, tak hanya saya saja yang
mengalami dan menjumpai bahwa selalu ada saja tipe orang yang sukanya
menyerobot antrean, alias tak mau mengantre. Orang yang begini, halal hukumnya
untuk dipisuhi.
2. Pengendara yang saat mau belok,
tidak menyalakan lampu sein.
Yakin saya, bahwa tak sedikit dari
mereka adalah penyumbang terjadinya kecelakaan di jalan. Berapa kali anda
dibuat kaget oleh mereka--para pemalas penekan tombol lampu sein di kendaraan
saat mau belok?
Rasanya, tak cukup dengan pisuhan.
Usul saja buat para penegak hukum di jalan: cabut SIM mereka yang tak mau
menyalakan lampu sein saat akan belok. Kalau perlu, ciduk kendaraannya sekalian. Pekerjaan yang bahkan sepele saja tak
mau melakukan. Ini bisa menjadi bencana nasional, bung.
3. Penyerobot lampu merah.
Masih kakak-beradik dengan yang
ke-dua tadi. Yang ini malah lebih parah. Cobalah gugling tentang kecelakaan/tabrakan yang terjadi di pertigaan atau
perempatan jalan. Ngeri. Salah satu penyebabnya adalah karna banyak orang buta
warna, yang diijinkan memiliki SIM. Mereka tak tau kalau lampu sudah berwarna
merah, sehingga masih saja ngeloyor dan
bahkan ditambah gasnya meski seharusnya rambu itu adalah kode untuk berhenti.
Tak sekali dua kali saya melihat
sendiri motor tabrakan di persimpangan jalan seperti ini. Berulang juga saya
mendengar pisuhan yang dikumandangkan
secara fasih kepada mereka para penyerobot lampu merah, yang langsung saya
amini. Karna sangatlah pantas mereka
mendapat ganjaran ini.
4. Lawan politik (di medsos).
Yep, belum klimaks rasanya kalau belum nyinyirin orang yang tak sepaham masalah politik dengan kita.
Apalagi di Ibu Kota negara sana-- Jakarta Raya, sedang ramai-ramainya pilgub. Beda pilihan calon gubernurnya,
adalah target yang empuk untuk dipisuhi. Lihat saja lini masa time line medsos anda.
Mereka yang tak punya hak pilih
pun juga memanfaatkan moment ini untuk melampiaskan hasrat pisuh-memisuhi-nya. Kocak memang. Tapi ini adalah waktu yang tepat.
Ada celah sedikit saja, begitu sayang untuk dilewatkan jika tak membesarkannya
dengan pisuhan. Fitnah atau bukan, urusan belakangan.
Gunakanlah hak misuh anda
dengan bijak, dan misuhlah pada tempatnya.
Semuanya bener, yang pertama ngeselin banget dah :D
ReplyDeleteSering jadi korban, ya? :))
Deleteselamat misuh..
ReplyDeleteMari... JUUAAAANN....
Delete