Dulu, saya pernah melapor melalui
twitter pak Gubernur Jawa Tengah (di akunnya @ganjarpranowo) karena ada semacam
pungutan liar. Awalnya saya memang tidak bermaksud untuk melapor, tapi hanya
sekedar bertanya apakah memang prosedurnya seperti itu atau tidak? Pada waktu
itu saya bertanya apakah untuk cek fisik pajak kendaraan dikenakan biaya atau
tidak?
“Jangan dikasih. Kapan itu?”, begitulah jawaban beliau, dengan juga di-cc-kan ke @DPPAD_Jateng.
Dari sana,
saya menyimpulkan bahwa cek fisik itu ternyata tidak dikenakan biaya. Dan, yang memintai uang berarti termasuk pungli (pungutan liar).
saya menyimpulkan bahwa cek fisik itu ternyata tidak dikenakan biaya. Dan, yang memintai uang berarti termasuk pungli (pungutan liar).
Dari pihak PPAD Jateng pun
menanggapi dengan langsung meritwit twit saya yang di-cc-kan ke UP3AD Kabupaten
tempat saya membayar pajak (tidak perlu saya sebut di kabupaten mana, karena
dulu saya sudah bilang, juga setelah itu banyak laporan yang sama dari
follower-follower beliau di kabupaten/kota-kota lain). Untungnya juga, akun UP3AD
kabupatennya juga masih aktif, dan langsung merespon laporan saya.
“Akan kami koordinasikan dengan
pihak yang berkompeten, dan akan segera kami selesaikan. Maturnuwun.”, begitu
jawaban dari UP3AD kabupaten.
Tak lama dari itu, Pak Ganjar pun
mention jawaban itu karena mention dari UP3AD kabupaten menggunakan reply all
(masih mencantumkan nama akun beliau di mention tersebut selain juga ke akun
saya): “Tuh, langsung ditanggapi kan.”
Awalnya saya agak lega dengan
tanggapan itu, tapi hal itu tak berlangsung lebih dari satu menit. Seperti
biasa, setelah satu pemikiran ada, akan selalu muncul pikiran lain yang
membuntuti pemikiran sebelumnya. Banyak pertanyaan yang langsung muncul di
pikiran saya waktu itu. Salah satu pertanyaan mendasar yang muncul adalah:
“Apa benar ini akan ditanggapi
sampai benar-benar pungli-pungli itu tidak ada?”
Bukan saya tidak percaya akan
penegakan kejujuran akan orang-orang yang bekerja di dalamnya, tapi yaa.. Anda
pasti juga tau lah…
Pada saat itu, saya mengusulkan
apa yang ada dipikiran saya bahwa baiknya Pak Gub menempatkan orang yang
benar-benar bersih dan sejalan dengan visi beliau ke ‘tempat-tempat basah’ yang
rawan pungli untuk memantau yang tidak diketahui oleh pegawai yang ada di
setiap instansi itu. Yaa, semacam mata-mata gitu lah…
Siapa yang menjamin kalau setelah
beliau menginstruksikan lewat twitter itu, diiyakan, dijanjikan oleh bawahannya
itu untuk diselesaikan, ternyata memang akan diselesaiakan? Bisa saja mereka
hanya menjawab “IYA/SIAP/dll”, hanya untuk ‘MELEGAKAN ATASANNYA’, tetapi tidak
menjalankannya. Pikiran itulah yang tidak langsung melegakan saya saat mendapat
balasan dari UP3AD kabupaten tadi.
Akhirnya, untuk tak sekedar
suudzon, saya ingin membuktikan sendiri jawaban dari UP3AD kabupaten itu
benar-benar dijalankan atau tidak. Selang sebulan, saya main-main ke Samsat
kabupaten untuk melakukan pembuktian sendiri. Tak sulit untuk tau apakah pungli
itu masih ada atau tidak, karena kegiatannya di luar gedung. Yup, cek fisik ada
di tempat parkir. Jadi tinggal duduk di dekat tempat parkir, orang yang
melakukan cek fisik terlihat dengan jelas, tanpa harus ngumpet-ngumpet.
Dan seperti apa yang sudah saya
duga, kegiatan pungli itu MASIH TETAP ADA. Saya tidak tau apakah prasangka
buruk saya itu masih disebut suudzon atau tidak, lantaran prasangka buruk saya
itu memang terbukti. :D
Saya pun masih yakin, tidak hanya
di Samsat itu saja yang mengiyakan instruksi Pak Gub di twitter, tapi tidak
menjalankannya, juga di beberapa instansi lain di bawah komando beliau.
“Pucuk dicinta, ulam pun tiba”,
kata pepatah. Selang 2 hari, teman saya mengajak menemaninya membayar pajak
kendaraannya ke kabupaten lain, karena harus ganti plat nomor, yang memang
harus cek fisik (biasanya cukup ke Samsat kabupaten saja, karena sekarang
sistem online). Saya melihat langsung lagi cara kerja mereka yang cek fisik.
Dan ternyata juga sama, mereka meminta uang.
Ini bukan tentang nominal uangnya
yang mungkin tak seberapa bagi sebagian orang yang mampu. Bukan juga saya sok
suci. Saya juga tidak tau, apakah saya benar-benar bisa menghindari korupsi
apabila dihadapkan dengan kesempatan. Doakan saja, mudah-mudahan nominalnya
besar saja tidak. Saya hanya ingin berbagi cerita, dan Pak Gub tau. Syukur-syukur
usul saya didengar oleh beliau. Yaitu usul kalau memang benar-benar ingin
meminimalisir bentuk pungli yang masih banyak terjadi di ‘lahan-lahan basah’
(seperti kantor pajak termasuk Samsat, tempat perijinan, dll), taruh saja
orang-orang kepercayaan Pak Gub yang tidak diketahui oleh pekerja sana untuk
‘memata-matai’. Meski sebenarnya ini juga tidak menjamin. Siapa tau lama-lama
orang tadi masuk ke ‘sistem’?
Memang, kontrol yang paling
lumayan bisa diandalkan adalah pengaduan dari masyarakat langsung, seperti
saya. Tapi apakah beliau tau apa yang ada dalam pikiran orang-orang seperti
saya saat mau mengadu?
Pertama: Kecemasan sudah pasti menghantui
(mungkin tidak semua orang). Cemas kalau-kalau nanti urusan yang berhubungan
dengan pelapor akan dipersulit oleh pihak yang dilaporkan. Yang paling parah
adalah cemas kalau semua hal yang berhubungan dengan si pelapor akan
di-blacklist oleh semua pihak yang ‘sepaham’ dengan pihak yang dilaporkan.
Itulah sebabnya, saya juga yakin
ada beberapa orang yang menggunakan akun anonim untuk melaporkan ‘kejadian
janggal’ yang dia alami atau dia lihat. Sayangnya beliau tidak pernah merespon
akun twitter yang menggunakan akun anonim. Memang, saya juga yakin ada beberapa
akun anonim yang sengaja mengganggu kinerja beliau, lantaran terkait lawan
politik. Tapi harusnya Pak Gub juga pasti tau mana yang ‘akun iseng’, dan mana
yang benar-benar mau melapor, karena identitasnya tidak ingin diketahui oleh
pihak yang dilaporkannya dengan alasan yang sudah saya sebutkan tadi.
Ke-dua: Takut dicap sebagai orang
yang ikut campur urusan orang. Bukan takut sih, tapi ya tidak enak saja.
“Halah, biarin lah, cuma uang
sepuluh ribu juga. Lagian juga gak tiap hari. Anggap aja beramal.”, pasti ada
saja orang yang berkata begitu.
Nah, kalau memang untuk beramal,
ya tidak masalah jika uang itu memang diterimakan untuk orang-orang yang
benar-benar membutuhkan, bukan untuk orang yang sudah punya gaji besar.
Terimakasih Pak Gub sudah
meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini (kalau sudah baca kalimat ini :D).
Dan untuk yang membaca tulisan
ini, semua terserah Anda saja menilai saya seperti apa. Yang jelas saya begitu
ingin menulis tentang hal ini. Maaf lahir batin :).
Berikut ada beberapa laporan lain dari followers beliau:
Udah gak heran mas pungli mah. Tapi kebijakan jokowi lumayan dpt mengurangi pungli.
ReplyDeleteMampir ya mas di manapfama.com
Hehe... Iya, mudah-mudahan ya..
DeleteMakasih lho sudah mampir.. Maaf seadanya..