Miko punya kebiasaan bahwa setiap pagi dia harus membaca sekurang-kurangnya 20 lembar halaman buku atau apa pun yang bisa dibaca. Kebiasaan membaca itu sudah berlangsung sejak dia masih duduk di kelas 1 SMP lantaran dia penasaran dengan pemulung yang setiap berangkat ke sekolah, dia melihat aktifitas membaca itu. Sebenarnya, ayahnya setiap hari juga berlangganan koran, tapi tak pernah sekali pun dia membaca satu judul artikel yang ada di koran itu. Bahkan menyentuhnya saja tidak, kecuali jika ayahnya memintanya mengambilnya dari halaman rumahnya atau sekedar untuk memukul nyamuk yang menghinggapi tubuhnya.
"Ke kantin yuk!",
ajak Angga pada Miko, sewaktu bel istirahat baru saja berbunyi, dan Bu Nurul, guru IPA-nya keluar kelas.
"Iya, tinggal aja, aku mau ke perpus.", jawab Miko sambil memasukkan buku IPA-nya ke dalam tas.
"Uh, dasar kutu buku. Apa menariknya sih membaca?", ejek Angga yang memang ditujukan ke teman sebangkunya itu.
Betapa benar-benar tak ada menariknya bagi Angga dan mungkin sekawanan siswa pemalas lain dengan sebuah kegiatan yang bernama membaca. Ini tak lebih dari sebuah kegiatan yang mereka jalani hanya saat akan menghadapi ulangan saja, selebihnya menjadi kegiatan yang membosankan.
Memang, semua kegiatan yang dilakukan bukan datang dari rasa kesukaan, akan terasa berat dan menyiksa dalam menjalaninya. Iya, apa pun itu. Jika pertanyaan "Siapa yang suka bersekolah?" diajukan pada mereka yang masih duduk di bangku sekolah, tentu sebagian dari mereka akan menjawab tidak. Namun, apabila pertanyaan itu ditujukan pada orang-orang yang sudah tidak bersekolah lagi, maka tak ada yang menampik kalau waktu bisa dikembalikan lagi, pilihan kembali di masa sekolah adalah pilihan yang tidak salah. Betapa masa-masa sekolah adalah masa yang paling akan dirindukan. Belum ada beban hidup yang berarti.
Tak lelah Bu Nurul mengingatkan, "Dan kalian harus tau, jika sekolah atau apa pun yang kalian lakukan memang bukan hal yang menyenangkan bagi kalian, maka, jika kalian bisa melaluinya, berarti kalian adalah orang-orang hebat, bisa melewati satu tahapan, untuk menuju ke tahapan-tahapan berikutnya yang pasti lebih berat. Tidak ada orang hebat yang bisa melewati hal yang sulit, sekaligus tidak menyenangkan."
Tapi tidak bagi Miko. Di mana dia sudah menemukan keasyikan tersendiri dalam menjalani rutinitasnya sebagai siswa. Memang, sebuah rutinitas, apa pun, biasanya akan menemui titik jenuh pada waktunya. Itu dikarenakan apa yang dilakukan adalah kegiatan yang sama dan berulang. Dan Miko sudah tau cara mengatasi kejenuhan itu. Ya, membaca.
Awalnya Miko hanya penasaran dengan si pemulung yang selalu terlihat begitu serius dan asyik dengan dunianya sendiri saat membaca. Tiap kali melihat pemulung itu, selalu muncul sebuah pertanyaan di otaknya, "Apa menariknya sih membaca? Heran deh."
Hingga karna penasaran, dia meminjam sebuah buku novel milik kakaknya untuk dibacanya. Satu dua tiga lembar dia mulai bosan. Rasa penasarannya yang kuat tentang asyiknya pemulung itu membaca memaksanya untuk terus melanjutkan kegiatan membacanya hingga satu bab pertama buku novel yang ia pinjam dari kakaknya itu.
Mulai dari situ dia mulai mengerti, dia mulai menemukan jawaban atas pertanyaan yang selama ini ada di otaknya. Dia merasakan pengalamannya sendiri tentang keasyikan seseorang dengan kegiatan yang bernama 'membaca' ini. Entah apa namanya, yang jelas ada rasa keasyikan tersendiri saat dia lagi baca. Seperti larut di dalamnya. Banyak ilmu baru yang tak ia dapat di sekolah, adalah hal yang begitu ia rasakan saat membaca buku kakaknya itu. Hingga seperti ada rasa kehausan untuk terus membuka lembar demi lembar halaman buku itu hingga selesai.
Rasa kehausan untuk selalu mencari pengetahuan-pengetahuan baru pun ternyata tidak sampai di situ. Betapa ternyata banyak sekali ilmu yang yang ada di dunia ini yang ia tidak tau, yang tak pernah habis. Semakin ia banyak tau, maka semakin ia merasa tambah bodoh.
"Ya udah deh kalo kamu maksa, bungkusin es teh yaa. Makasiiih.",
"Mana duitnya?",
"Ya traktir kamu laah... Hehe...",
"Huuu...".
"Ke kantin yuk!",
ajak Angga pada Miko, sewaktu bel istirahat baru saja berbunyi, dan Bu Nurul, guru IPA-nya keluar kelas.
"Iya, tinggal aja, aku mau ke perpus.", jawab Miko sambil memasukkan buku IPA-nya ke dalam tas.
"Uh, dasar kutu buku. Apa menariknya sih membaca?", ejek Angga yang memang ditujukan ke teman sebangkunya itu.
Betapa benar-benar tak ada menariknya bagi Angga dan mungkin sekawanan siswa pemalas lain dengan sebuah kegiatan yang bernama membaca. Ini tak lebih dari sebuah kegiatan yang mereka jalani hanya saat akan menghadapi ulangan saja, selebihnya menjadi kegiatan yang membosankan.
Memang, semua kegiatan yang dilakukan bukan datang dari rasa kesukaan, akan terasa berat dan menyiksa dalam menjalaninya. Iya, apa pun itu. Jika pertanyaan "Siapa yang suka bersekolah?" diajukan pada mereka yang masih duduk di bangku sekolah, tentu sebagian dari mereka akan menjawab tidak. Namun, apabila pertanyaan itu ditujukan pada orang-orang yang sudah tidak bersekolah lagi, maka tak ada yang menampik kalau waktu bisa dikembalikan lagi, pilihan kembali di masa sekolah adalah pilihan yang tidak salah. Betapa masa-masa sekolah adalah masa yang paling akan dirindukan. Belum ada beban hidup yang berarti.
Tak lelah Bu Nurul mengingatkan, "Dan kalian harus tau, jika sekolah atau apa pun yang kalian lakukan memang bukan hal yang menyenangkan bagi kalian, maka, jika kalian bisa melaluinya, berarti kalian adalah orang-orang hebat, bisa melewati satu tahapan, untuk menuju ke tahapan-tahapan berikutnya yang pasti lebih berat. Tidak ada orang hebat yang bisa melewati hal yang sulit, sekaligus tidak menyenangkan."
Tapi tidak bagi Miko. Di mana dia sudah menemukan keasyikan tersendiri dalam menjalani rutinitasnya sebagai siswa. Memang, sebuah rutinitas, apa pun, biasanya akan menemui titik jenuh pada waktunya. Itu dikarenakan apa yang dilakukan adalah kegiatan yang sama dan berulang. Dan Miko sudah tau cara mengatasi kejenuhan itu. Ya, membaca.
Awalnya Miko hanya penasaran dengan si pemulung yang selalu terlihat begitu serius dan asyik dengan dunianya sendiri saat membaca. Tiap kali melihat pemulung itu, selalu muncul sebuah pertanyaan di otaknya, "Apa menariknya sih membaca? Heran deh."
Hingga karna penasaran, dia meminjam sebuah buku novel milik kakaknya untuk dibacanya. Satu dua tiga lembar dia mulai bosan. Rasa penasarannya yang kuat tentang asyiknya pemulung itu membaca memaksanya untuk terus melanjutkan kegiatan membacanya hingga satu bab pertama buku novel yang ia pinjam dari kakaknya itu.
Mulai dari situ dia mulai mengerti, dia mulai menemukan jawaban atas pertanyaan yang selama ini ada di otaknya. Dia merasakan pengalamannya sendiri tentang keasyikan seseorang dengan kegiatan yang bernama 'membaca' ini. Entah apa namanya, yang jelas ada rasa keasyikan tersendiri saat dia lagi baca. Seperti larut di dalamnya. Banyak ilmu baru yang tak ia dapat di sekolah, adalah hal yang begitu ia rasakan saat membaca buku kakaknya itu. Hingga seperti ada rasa kehausan untuk terus membuka lembar demi lembar halaman buku itu hingga selesai.
Rasa kehausan untuk selalu mencari pengetahuan-pengetahuan baru pun ternyata tidak sampai di situ. Betapa ternyata banyak sekali ilmu yang yang ada di dunia ini yang ia tidak tau, yang tak pernah habis. Semakin ia banyak tau, maka semakin ia merasa tambah bodoh.
"Ya udah deh kalo kamu maksa, bungkusin es teh yaa. Makasiiih.",
"Mana duitnya?",
"Ya traktir kamu laah... Hehe...",
"Huuu...".
No comments:
Post a Comment