12/31/14

Tradisi Basa-Basi ?

"Hey, gimana kabarnya nih?", sms dari teman yang memang sudah lama tidak saling sapa.
"Alhamdulillah kabar baik, berkat doamu.", balas saya.

Kata 'berkat doamu' selalu saya tambahkan apabila ada yang menanyakan tentang kabar ke saya. Itu adalah satu bentuk ucapan terima kasih saya kepada teman-teman saya yang selalu menyempatkan waktunya sejenak hanya untuk mendoakan saya. Kalau pun tidak, itu adalah bentuk pengingat untuk teman-teman saya agar (akhirnya) mendoakan saya, atau lebih tepatnya memaksa agar didoakan. :)

Bentuk kalimat atau jawaban tambahan-tambahan ini saya yakin tidak hanya saya saja yang melakukan hal ini. Banyak.
Memang, tak sedikit seseorang cenderung akan memberikan jawaban lebih, dari sekedar apa yang ditanyakan.  Mungkin itu karna pada dasarnya, manusia itu suka memberi daripada menerima. Baik sih, jika saja memberi ini berupa santunan materi, apalagi untuk orang yang benar-benar membutuhkan. Tapi, jika bentuk pemberian dalam bentuk ucapan/omongan gimana? Itu juga tergantung dari orang yang menerimanya. Iya, bagaimana sikap orang yang mendapatkan kelebihan itu. Ada yang bersyukur karena ia mendapat ilmu baru dari sang pemberi. Baiknya sih memang gitu. Ih, tapi kalau yang diberikan omongan jelek?

Bagi orang yang suka
bersyukur tadi, pasti lebih bisa mengambil ilmu baru darinya. Mungkin, barangkali setidaknya ia menjadi tau untuk tidak berkata jelek sepertinya. Atau, barangkali juga, ia jadi tau kalau ternyata oh, ada to orang-orang yang suka bicara gitu? :)
Ah, tapi coba bayangin lagi deh, jika orang-orang menjawab sebuah pertanyaan hanya apa yang ditanyakan saja, pasti obrolan terjadi dengan singkat-singkat. Tidak ada lagi obrolan panjang yang menjadi alat komunikasi dan interaksi antar manusia itu. Pembicaraan menjadi kaku seperti robot.

"Ah, basa-basi", kata teman saya yang memang tidak suka dengan kebiasaan kebanyakan orang Jawa ini. Ih, tapi masa cuma orang Jawa? Orang luar sana masa tidak suka basi-basi? Entahlah. Teman saya itu memang tidak suka basa-basi. Basa-basi memang kesannya seperti omong kosong saja. Tidak ada topik khusus yang dibicarakan. Ia hanya pengantar juga hanya pelengkap sebuah obrolan. Jadi, kalau dalam film, ia hanya pemeran figuran saja, yang tanpanya pun, tidak mengurangi isi dari yang menjadi cerita utamanya.

"Nyari muka tuh, orang yang suka basa-basi.", katanya lagi.
Ini juga alasan yang masuk akal. Sering kita melihat, jika seseorang sedang memiliki kepentingan tertentu terhadap lawan bicaranya, ia akan berusaha mengambil hati orang itu. Dengan cara apa pun. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Toh kebanyakan, mereka yang lagi 'dicari mukanya' itu juga senang. Iya, kebanyakan, bukan semua. Mungkin hukum alam, ada yang memberi, ada yang menerima.

"Muak saya dengan orang-orang yang suka nyari muka. Termasuk sama orang yang suka ngucapin terima kasih secara lebay...", kata dia lagi.
Saya jadi mikir, terimakasih secara lebay itu yang seperti apa?
"Banyak kan, saat ada orang yang dihormati, atau disegani, ketika dia dibantu, terimakasihnya sampai sujud-sujud gitu. Lebay.", dia melanjutkan sebelum rasa penasaran saya berakhir.
Ternyata, 'terimakasih lebay' yang dia maksud seperti itu.
"Mungkin karena sudah jenuh dijejali oleh kemunafikan-kemunafikan orang-orang yang dari dulu banyak yang seperti itu. Di depan ngebaik-baikin, eeh di belakang ngomongin yang jelek-jelek.", katanya lagi.
"Hehe... Yaa bukannya orang kan memang sukanya begitu? Apa kamu mau, dijelek-jelekin orang secara langsung? Yaakin, gak bakal marah?", tanya saya.
"Ya maksudnya, gak perlu berlebihan. Kebanyakan kan di depan ngomong apa, eh di belakang ngomong apa. Gak sesuai ama omongannya yang pertama, terkadang malah ada yang suka nambah-nambahin. Iya kalo yang baik, lah kebanyakan jeleknya."

Ok, deh. Basa-basi seperlunya. Kalau tidak mau mendengarkan, ya abaikan saja. Iya, tulisan ini kan juga basa-basi. :)

No comments:

Post a Comment