7/28/15

Parkir

gambar diambil dr http://serantaunews.com

Tak memungkiri, terkadang keberadaan tukang parkir justru membuat resah orang-orang yg diparkirinya. Terutama untuk parkir liar. Oh iya, ini yang saya bicarakan parkir motor. Tak sedikit dari mereka hanya memikirkan income yang mereka terima dari pengguna jasanya, tanpa memikirkan tanggung jawab yang (seharusnya) menjadi tanggung jawabnya.

Tunggu. Pengguna jasa? Saya kira kata ini pun tak tepat mewakilinya. Iya, tidak sedikit keberadaan mereka tidak memberikan jasa sedikit pun. Hanya berdiri atau duduk yang saat datang entah di mana, tapi saat yang punya motor mau pergi, tau-tau dia sudah di belakang motor untuk meminta uang.

Berani menarik uang parkir, berarti

Dear Pak Gub…

Dulu, saya pernah melapor melalui twitter pak Gubernur Jawa Tengah (di akunnya @ganjarpranowo) karena ada semacam pungutan liar. Awalnya saya memang tidak bermaksud untuk melapor, tapi hanya sekedar bertanya apakah memang prosedurnya seperti itu atau tidak? Pada waktu itu saya bertanya apakah untuk cek fisik pajak kendaraan dikenakan biaya atau tidak?

“Jangan dikasih. Kapan itu?”, begitulah jawaban beliau, dengan juga di-cc-kan ke @DPPAD_Jateng.


Dari sana,

6/22/15

Amal Seorang Budayawan

Sebelumnya mungkin perlu saya jelaskan kalau tulisan ini bersifat subjektif. Ya, subjektif tentang seseorang yang saya tulis di sini. Tapi tidak ada yang salah tentang subjektifitas menurut saya, selama ia tidak melanggar norma apa pun, juga tidak mengalihkan opini yang benar-benar bertentangan dengan kenyataannya. Bukankah pada dasarnya, setiap orang akan selalu berusaha mengubah/mempengaruhi cara seseorang dalam memandang sesuatu? Jadi, jika anda menilai tulisan ini lebay atau apalah itu, ya monggo saja, hehe…. (Tentang lebay, sudah pernah saya tulis di sini. )
Berawal ketika Pak Prie ngetwit bahwa beliau ingin membagikan ilmunya dengan membuka kelas writing dan public speaking sebagai public charity-nya Pak Prie yang dilaksanakan di kediaman beliau sendiri. Sejak saat itu pula saya tertarik menjadi pesertanya. Ya, Pak Prie, Prie GS, siapa yang tidak kenal beliau. Seorang budayawan, writer, public speaker, presenter, dan mungkin

5/26/15

Beras, Cinta, Rindu, Plastik

Adanya beras plastik, membuktikan kalau eksistensi plastik, lebih popular dari benda apa pun. Membuktikan kalau semua barang bisa dibikin model plastiknya. Tentang barang plastik ini bukan hal baru. Tapi untuk beras, memang baru saya dengar. Alhasil, ini menambah daftar kosakata baru di otak saya tentang bentuk plastik-plastik yang lain. :)

Jenis buah juga kan sudah sejak lama dibuat bentuk plastiknya, tapi tidak ada tuh beritanya. Ya, karena memang tidak ada yang memakannya. Dan seharusnya, masyarakat sudah tau apa dampak dari mengonsumsi makanan yang terbuat dari plastik sejak lama. Tapi media tetap saja berlomba menyuarakan bahayanya makan plastik, dari mulai ditemukannya isu itu, terus berlanjut sampai-- kata orang-orang-- rating acara mereka naik. :)

Seperti waktu memberitakan tentang prostitusi online,

3/31/15

Lebay, ah.

“Duh, lha ini soal kok tidak selesai dalam 3 kali pertemuan ini, bagaimana?”, kata saya di sebuah kelas.
Lhooo…. Baru 2 kali pertemuan lho pak.”, jawab beberapa siswa.
“Iya pak, baru 2 kali lho yaa. Lebay nih.”, timpal siswa yang lain menambahi.
Hehe, saya hanya menjawab sanggahan-sanggahan mereka itu dengan candaan seperti biasa, karena saya juga mengatakan soal yang dilebihkan tadi memang niatnya mencandai mereka.

Eh, sebentar. Lebay? Kalau kita mencari kata ini dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata lebay ini tidak akan kita temukan di sana. Tidak tau nanti 5 tahun lagi. Eh, atau barangkali sekarang sudah masuk? Entahlah, saya belum tau.:) Setau saya, lebay adalah kata yang berarti berlebihan, atau dilebih-lebihkan.

Apakah lebay ini selalu bermakna negatif?

2/24/15

Laper Calo

Surat Utang Piutang Tilang

Sesuai yang tertera di surat tilang, saya datang ke pengadilan yang juga tertulis pada surat tilang itu. Itu pas hari Jumat, hari di mana banyak orang yang mengatakan itu adalah hari pendek. Saya tau kenapa orang-orang pada berkata seperti itu. Karena doktrin sekolah yang memulangkan sekolah lebih cepat dari hari-hari biasanya, dengan alasan karena para kaum Adam harus menjalankan sholat Jumat. Padahal kalau dipikir-pikir, baik sholat dhuhur atau pun sholat Jumat sama saja. Maksudnya waktunya relatif sama. Memang, sholat dhuhur itu tidak diwajibkan adanya khotbah. Tapi di instansi-instansi, memberi waktu untuk ishoma (istirahat-sholat-makan) rata-rata juga sama, satu jam. Dan di beberapa sekolah, ini sudah diterapkan. Jadi, baik Jumat atau pun tidak, pulangnya tetap sama. Lagi pula, memang pada hari Jumat, waktunya dalam sehari beda? Kan tidak. Jumat juga sama-sama 24 jam dalam sehari. :)

Karena memang saya sendiri belum pernah datang ke sidang di tempat di mana saya ditilang saat ini, maka saya juga tidak tau jam berapa tepatnya pelaksanaan tilang itu. Saya datang ke pengadilan itu setelah Jumatan. Tapi sebelum ke sana,

Touring Adeta, Si Anak 'Nakal'

Tidak pernah saya membaca sebuah cerpen, opini, atau pun buku komedi sampai tertawa terpingkal-pingkal. Ada sih yang bisa tertawa, tapi kalau dibaca ulang, tertawanya tidak sampai seseru saat membaca untuk pertama kalinya. Barangkali ada efek kejut di sana. Makanya, dalam hal apa pun, yang paling berkesan adalah hal yang pertama. :)

Ah, tapi ini juga cuma opini saya, karna selera humor masing-masing orang kan beda-beda. Barangkali apa yang saya bilang lucu, bagi orang lain malah garing, juga sebaliknya. Seperti saat kita menilai para comic (pelaku stand up comedi) yang juga punya selera masing-masing.

Sama juga untuk penilaian tentang music, bagus bagi saya, belum tentu bagi orang lain, pun sebaliknya. Dan penilaian-penialaian seperti ini berlaku untuk hal apa pun yang bersifat subyektif. :) Cocok-cocokan, kalau saya bilang. #hasyah…

Saya tidak akan membahas tentang perbedaan-perbedaan itu. Tapi saya akan cerita tentang sebuah tulisan yang (lagi-lagi menurut saya, iya, menurut saya) lucu. Dan bahkan, ketika saya mengetik/menyalin ulang tulisan itu, saya masih saja tertawa. :))

Tulisan yang membuat saya tertawa itu

1/30/15

Lampu - Mendung - Tilang

Pulang-pulang, sudah malam saja. Padahal berangkatnya tadi pagi. Itu, saat matahari masih di sebelah timur bumi. Eh bentar, padahal kalau menurut buku yang pernah saya baca saat sekolah dulu, justru bumilah yg mengelilingi matahari. Berarti harusnya, letak suatu planet, titik acuannya ya memakai matahari, bukan malah sebaliknya. Seperti kalimat yang menggambarkan suasana pagi tadi, bukan letak matahari yang ada di sebelah timur bumi, tapi harusnya, bumi yang berada di sebelah barat matahari. :) 

Ah, tapi saya juga tidak yakin sih. Itu karena tadi, seharian itu mendung. Bahkan rintik airnya sudah jatuh ke tanah. Hampir seharian. Sampai saya pulang tadi. Jadi tidak terlihat di mana letak matahari itu barada. Untungnya sudah ada yang menciptakan jam. Jadi tidak perlu repot-repot untuk tau kapan waktu sholat, juga kapan waktu untuk memulai dan mengakhiri sebuah aktifitas. Juga