Memelihara hewan di rumah, katanya bisa membentuk
anak menjadi lebih peka rasa empatinya. Tentunya Ini baik untuk perkembangan
Frea. Namun kami tak punya hewan piaraan satu pun. Tapi kami tetap harus
mengasah kepekaan Frea. Maka kami mengakalinya dengan membelikan dia mainan
boneka yang berbentuk hewan. Beberapa boneka hewan sudah jadi temannya. Panda,
kelinci, gajah, koala, anjing, dan beberapa boneka hewan lain. Tentunya boneka
hewan-hewan itu kami beli satu per satu sesuai budget.
Setiap hari kami ajak mengobrol mereka bersama
Frea seolah boneka hewan-hewan itu benar-benar benyawa. Tanya nama, nawari
makan, memintanya tidur, serta mengobrol hal-hal yang spontan terlintas saat
itu. Tentunya obrolan yang baik yang kami contohkan sehingga empati Frea terbentuk.
Dampak lainnya, ternyata Frea menjadi anak yang
suka bermain peran. Imajinasinya bermacam-macam. Saya selalu geli setiap
melihat Frea mengajak teman-temannya itu mengobrol. Selalu saja ada hal lucu
dari sana.
Saat awal-awal punya sapi, dia
ndak mau main
dengannya. "Ndak mau. Ini tapina toton," katanya sambil menggaruk
kulit sapi yang berwarna hitam dengan telunjuknya. Saat itu usianya belum genap
dua tahun. Saya menjawab berkali-kali bahwa warna hitam itu bukanlah kotor
seperti yang ia sangkakan, itu warna belang sapi yang memang hitam putih. Tapi
tetap saja dia menolak alasan yang saya berikan dan tetap menganggap bahwa
warna belang hitam itu adalah kotor, dan meminta kami untuk membersihkannya.
*tepok jidat*
No comments:
Post a Comment