Mungkin ini pernah saya singgung di tulisan saya yang lain. Bahwa kami sebagai orang tua tak pernah memberitau ke Frea apa itu rasa takut dan hal negatif lain. Karena kami yakin, tanpa diberi tau pun, setiap orang akan mempunyai rasa takut terhadap suatu hal. Sayangnya banyak orang tua yang malah menakut-nakuti anaknya (atau bukan) sebagai senjata agar Si anak mau melakukan perintah orang tua tersebut, yang tanpa orang tua sadari, ketakutan itu bisa tertanam di otak anak.
Lambat laun, Frea juga mengenal/tau rasa takut. Biasanya dia tau dari lingkungannya. Ketika bermain dengan saudara-saudaranya, bisa juga dari peristiwa yang ia tonton di TV. Makanya terkadang kami kaget, "Kok, dia tau takut dengan benda ini, ya? Kok, dia takut dengan barang itu, ya?" karena kami merasa tak pernah memberitaunya. Paling saya dan ibunya Frea saling pandang, lalu makin dalam, makin dalam, kemudian menari sambil lari berkejar-kejaran di taman bunga. Enggak, WOY!!
Saya ingat, pertama kali Frea takut sesuatu adalah patung manekin. Saat itu, kami ada di sebuah toko baju, di sana ketika dia melihat manekin itu, langsung memalingkan pandangannya ke arah lain.
"Kenapa, Fre?" Tanya saya.
"Ada
12/31/19
4th Anniversary
Hari ini, empat tahun sudah saya menjalani kehidupan berumah tangga. Usia yang bisa dibilang baru sebentar dibanding dengan usia pernikahan mereka yang menikah lebih dulu dari kami. Tetapi, usia itu juga bisa dirasa lama oleh mereka yang tidak bisa menikmati kehidupan pasca pernikahannya.
Tak memungkiri, masalah dalam berumah tangga tentu ada, tapi tak lantas itu menjadi pemicu untuk tidak bisa menikmati kebahagiaan yang sudah diberikan-Nya. Masalah-masalah itu juga menjadikan kami sadar, bahwa hidup memang begitu, tak selalu senang terus, apalagi susah terus. Itu juga menunjukkan kalau kami berarti masih manusia. Masih punya hati untuk merasa, masih punya otak untuk berpikir.
Yang jelas, kami selalu menyembunyikan masalah-masalah yang ada, untuk dikonsumsi orang lain. Bukan kami orang yang sangat taat--mematuhi perintah agama, bahwa istri adalah pakaian suami, pun suami sebagai pakaian istri, yang berarti ke-duanya harus sama-sama saling menjaga aib pasangannya, tapi kami tidak ingin orang lain tau dan ikut membebaninya dengan merasakan masalah-masalah yang kami hadapi. Terlebih orang tua kami. Biarlah mereka tau, bahwa kehidupan rumah tangga kami
'Barang Baru'
Seiring bertumbuhnya Frea, beberapa bajunya tampak terlihat mengecil. Melihat itu, ibunya mengajaknya ke toko dan berniat membelikan baju untuk ganti. Frea sendiri sebenarnya belum ngeh apakah bajunya sudah terlalu kecil untuk dipakai atau tidak. Bahkan dia tak peduli apakah baju yang dipakai, baru atau tidak. Kami memang tak mengenalkan mana baju baru, mana baju lama. Namun seiring bertambah pengetahuannya, dia mulai ngeh tentang apa itu 'sesuatu yang baru'. Itu pun biasanya dikenalkan oleh lingkungan.
Kenapa tak mengenalkan (memberitau) tentang sesuatu yang baru?
Pertama, pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang suka pamer. Saya pun dengan sadar atau tidak, masih sering melakukannya. Hanya saja tingkat dan 'sesuatu' yang dipamerkan itu ada perbedaan di tiap masanya (pamer ini tak melulu soal harta keduniawian dan sejenisnya, ya.) Nah, kebiasaan orang jika punya sesuatu yang baru adalah pamer. Jelas sebagai orang tua (meski belum berperilaku benar) bagaimanapun harus mendidik anak agar menjadi anak yang shalih/shalihah, kan? Kami jelas ingin mempunyai anak yang berperilaku sesuai dengan norma dan ajaran agama yang kami anut.
Ke-dua, kebanyakan
Kenapa tak mengenalkan (memberitau) tentang sesuatu yang baru?
Pertama, pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang suka pamer. Saya pun dengan sadar atau tidak, masih sering melakukannya. Hanya saja tingkat dan 'sesuatu' yang dipamerkan itu ada perbedaan di tiap masanya (pamer ini tak melulu soal harta keduniawian dan sejenisnya, ya.) Nah, kebiasaan orang jika punya sesuatu yang baru adalah pamer. Jelas sebagai orang tua (meski belum berperilaku benar) bagaimanapun harus mendidik anak agar menjadi anak yang shalih/shalihah, kan? Kami jelas ingin mempunyai anak yang berperilaku sesuai dengan norma dan ajaran agama yang kami anut.
Ke-dua, kebanyakan
Epistaksis
Sejujurnya, saya termasuk orang yang takut ketika melihat darah. Agak pengecualian untuk darah yang keluar dari tubuh nyamuk setelah digeprek, ya.
Hanya sekadar mendengarkan cerita tentang kecelakaan yang menimpa seseorang pun saya merinding. Apalagi jika yang diceritakan sampai menyebabkan cacat fisik, saya bisa gemetar. Padahal saya termasuk orang yang agak sering juga berhubungan dengan darah.
Semenjak bapak sakit dan diharuskan untuk cuci darah, mau tidak mau saya melihat bagaimana darah bapak keluar-masuk dari tubuhnya ke mesin pencuci darah. Bapak pun harus transfusi setiap HB-nya turun. Dan itu mengharuskan saya dan adik-adik saya secara bergantian mengambilkan darah yang sama dengan darah bapak ke PMI. Mulialah mereka para pendonor. Saya tidak membayangkan jika tidak ada orang yang mendonorkan darahnya. Saya tentu berhutang banyak dengannya. Dan hanya doa yang bisa saya ucap untuk mereka para pendonor, semoga selalu diberikan kesahatan, keberkahan, serta kemuliaan hidup dunia-akhirat. Aamiin ...
Pasca persalinan istri, beberapa hari juga mengharuskan saya bersentuhan langsung dengan darah. Lalu saat saya jatuh, bagian lutut serta tangan saya luka yang kalau dirasakan, lumayan juga rasa nyerinya.
Tiga hari lalu, saya panik ketika ibunya Frea bilang kalau Frea
Hanya sekadar mendengarkan cerita tentang kecelakaan yang menimpa seseorang pun saya merinding. Apalagi jika yang diceritakan sampai menyebabkan cacat fisik, saya bisa gemetar. Padahal saya termasuk orang yang agak sering juga berhubungan dengan darah.
Semenjak bapak sakit dan diharuskan untuk cuci darah, mau tidak mau saya melihat bagaimana darah bapak keluar-masuk dari tubuhnya ke mesin pencuci darah. Bapak pun harus transfusi setiap HB-nya turun. Dan itu mengharuskan saya dan adik-adik saya secara bergantian mengambilkan darah yang sama dengan darah bapak ke PMI. Mulialah mereka para pendonor. Saya tidak membayangkan jika tidak ada orang yang mendonorkan darahnya. Saya tentu berhutang banyak dengannya. Dan hanya doa yang bisa saya ucap untuk mereka para pendonor, semoga selalu diberikan kesahatan, keberkahan, serta kemuliaan hidup dunia-akhirat. Aamiin ...
Pasca persalinan istri, beberapa hari juga mengharuskan saya bersentuhan langsung dengan darah. Lalu saat saya jatuh, bagian lutut serta tangan saya luka yang kalau dirasakan, lumayan juga rasa nyerinya.
Tiga hari lalu, saya panik ketika ibunya Frea bilang kalau Frea
Ah, Teori ...
Semakin banyak dan gampang kita menemukan sebuah teori. Tak seperti dulu, di mana sumber ilmu satu-satunya adalah media cetak (dalam arti yang sebenarnya). Media yang ada tulisan di dalamnya. Buku, koran, dan majalah adalah media lazim yang bisa diakses oleh banyak orang.
Dulu mudah saja membedakan mana orang pintar dan tidak. Indikatornya cukup melihat sebagaimana sering ia berkutat dengan media cetak-media cetak itu (termasuk kitab di dalamnya). Sekarang, kita tak bisa dengan mudah memfonis apakah Si A pintar, Si B tidak, dsb. Sangkaan orang terhadap keilmuan seseorang di era digital seperti sekarang akan abu-abu. Bisa-bisa, ketika kita menilai tentang ketidaktauan seseorang, kita justru diberi beribu teori dan dalil yang bahkan sebelumnya tidak pernah kita dengar oleh orang tersebut. Kuapok!
Ya, yang makin mudah sekarang adalah melihat bermacam teori (dalam bentuk argumen) yang ngglathak di media online dari berbagai sumber. Muncul satu teori, dibantah oleh teori lain, padahal teori pertama belum kita telan seluruhnya. Lalu teori ke-dua
Dulu mudah saja membedakan mana orang pintar dan tidak. Indikatornya cukup melihat sebagaimana sering ia berkutat dengan media cetak-media cetak itu (termasuk kitab di dalamnya). Sekarang, kita tak bisa dengan mudah memfonis apakah Si A pintar, Si B tidak, dsb. Sangkaan orang terhadap keilmuan seseorang di era digital seperti sekarang akan abu-abu. Bisa-bisa, ketika kita menilai tentang ketidaktauan seseorang, kita justru diberi beribu teori dan dalil yang bahkan sebelumnya tidak pernah kita dengar oleh orang tersebut. Kuapok!
Ya, yang makin mudah sekarang adalah melihat bermacam teori (dalam bentuk argumen) yang ngglathak di media online dari berbagai sumber. Muncul satu teori, dibantah oleh teori lain, padahal teori pertama belum kita telan seluruhnya. Lalu teori ke-dua
Melankolis
Betapa rasa simpati dan empati saya sudah terbentuk dari kecil. Rasa yang secara umum cenderung ke sifat positif ini menempel pada tubuh saya bahkan ketika saya belum genap berusia 5 tahun. Saya bisa menyimpulkan begitu, karena ibu saya wafat saat saya berusia 5,5 tahun. Tapi setelah dirasakan, sifat yang secara umum positif pun ada dampak negatifnya, percayalah.
Kurang lebih kejadiannya begini: Ibu adalah seorang guru SD. Jarak dari rumah dinas ke sekolahnya sekira 1 sampai 2 kilometer. Satu-satunya alat transportasi yang dipunyai keluarga kami saat itu adalah sepeda. Ibu memakainya setiap hari dengan memboncengkan saya di belakang. Yang tidak saya ingat adalah sejak umur berapa saya ikut ibu ke sekolah. Ya, jadi saya lebih dulu SD daripada TK. Dan saya juga ingat, saya mengikuti pelajaran di kelas yang ibu ajar yang kebetulan kelas-kelas rendah (kalau tidak kelas 2, ya kelas 1, yang ini saya lupa). Makanya sebelum TK, saya sudah bisa membaca dan menulis. Yang seru, saat tiba waktu pulang. Setelah berdoa bersama, kami duduk anteng-antengan. Maksudnya, baris mana yang paling tenang, ia yang dipulangkan lebih dulu. Padahal setelah pulang, ya sama saja saya pulang bareng ibu. 🤣
Suatu hari, saat masih di
Kurang lebih kejadiannya begini: Ibu adalah seorang guru SD. Jarak dari rumah dinas ke sekolahnya sekira 1 sampai 2 kilometer. Satu-satunya alat transportasi yang dipunyai keluarga kami saat itu adalah sepeda. Ibu memakainya setiap hari dengan memboncengkan saya di belakang. Yang tidak saya ingat adalah sejak umur berapa saya ikut ibu ke sekolah. Ya, jadi saya lebih dulu SD daripada TK. Dan saya juga ingat, saya mengikuti pelajaran di kelas yang ibu ajar yang kebetulan kelas-kelas rendah (kalau tidak kelas 2, ya kelas 1, yang ini saya lupa). Makanya sebelum TK, saya sudah bisa membaca dan menulis. Yang seru, saat tiba waktu pulang. Setelah berdoa bersama, kami duduk anteng-antengan. Maksudnya, baris mana yang paling tenang, ia yang dipulangkan lebih dulu. Padahal setelah pulang, ya sama saja saya pulang bareng ibu. 🤣
Suatu hari, saat masih di