Mungkin ini pernah saya singgung di tulisan saya yang lain. Bahwa kami sebagai orang tua tak pernah memberitau ke Frea apa itu rasa takut dan hal negatif lain. Karena kami yakin, tanpa diberi tau pun, setiap orang akan mempunyai rasa takut terhadap suatu hal. Sayangnya banyak orang tua yang malah menakut-nakuti anaknya (atau bukan) sebagai senjata agar Si anak mau melakukan perintah orang tua tersebut, yang tanpa orang tua sadari, ketakutan itu bisa tertanam di otak anak.
Lambat laun, Frea juga mengenal/tau rasa takut. Biasanya dia tau dari lingkungannya. Ketika bermain dengan saudara-saudaranya, bisa juga dari peristiwa yang ia tonton di TV. Makanya terkadang kami kaget, "Kok, dia tau takut dengan benda ini, ya? Kok, dia takut dengan barang itu, ya?" karena kami merasa tak pernah memberitaunya. Paling saya dan ibunya Frea saling pandang, lalu makin dalam, makin dalam, kemudian menari sambil lari berkejar-kejaran di taman bunga. Enggak, WOY!!
Saya ingat, pertama kali Frea takut sesuatu adalah patung manekin. Saat itu, kami ada di sebuah toko baju, di sana ketika dia melihat manekin itu, langsung memalingkan pandangannya ke arah lain.
"Kenapa, Fre?" Tanya saya.
"Ada
12/31/19
4th Anniversary
Hari ini, empat tahun sudah saya menjalani kehidupan berumah tangga. Usia yang bisa dibilang baru sebentar dibanding dengan usia pernikahan mereka yang menikah lebih dulu dari kami. Tetapi, usia itu juga bisa dirasa lama oleh mereka yang tidak bisa menikmati kehidupan pasca pernikahannya.
Tak memungkiri, masalah dalam berumah tangga tentu ada, tapi tak lantas itu menjadi pemicu untuk tidak bisa menikmati kebahagiaan yang sudah diberikan-Nya. Masalah-masalah itu juga menjadikan kami sadar, bahwa hidup memang begitu, tak selalu senang terus, apalagi susah terus. Itu juga menunjukkan kalau kami berarti masih manusia. Masih punya hati untuk merasa, masih punya otak untuk berpikir.
Yang jelas, kami selalu menyembunyikan masalah-masalah yang ada, untuk dikonsumsi orang lain. Bukan kami orang yang sangat taat--mematuhi perintah agama, bahwa istri adalah pakaian suami, pun suami sebagai pakaian istri, yang berarti ke-duanya harus sama-sama saling menjaga aib pasangannya, tapi kami tidak ingin orang lain tau dan ikut membebaninya dengan merasakan masalah-masalah yang kami hadapi. Terlebih orang tua kami. Biarlah mereka tau, bahwa kehidupan rumah tangga kami
'Barang Baru'
Seiring bertumbuhnya Frea, beberapa bajunya tampak terlihat mengecil. Melihat itu, ibunya mengajaknya ke toko dan berniat membelikan baju untuk ganti. Frea sendiri sebenarnya belum ngeh apakah bajunya sudah terlalu kecil untuk dipakai atau tidak. Bahkan dia tak peduli apakah baju yang dipakai, baru atau tidak. Kami memang tak mengenalkan mana baju baru, mana baju lama. Namun seiring bertambah pengetahuannya, dia mulai ngeh tentang apa itu 'sesuatu yang baru'. Itu pun biasanya dikenalkan oleh lingkungan.
Kenapa tak mengenalkan (memberitau) tentang sesuatu yang baru?
Pertama, pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang suka pamer. Saya pun dengan sadar atau tidak, masih sering melakukannya. Hanya saja tingkat dan 'sesuatu' yang dipamerkan itu ada perbedaan di tiap masanya (pamer ini tak melulu soal harta keduniawian dan sejenisnya, ya.) Nah, kebiasaan orang jika punya sesuatu yang baru adalah pamer. Jelas sebagai orang tua (meski belum berperilaku benar) bagaimanapun harus mendidik anak agar menjadi anak yang shalih/shalihah, kan? Kami jelas ingin mempunyai anak yang berperilaku sesuai dengan norma dan ajaran agama yang kami anut.
Ke-dua, kebanyakan
Kenapa tak mengenalkan (memberitau) tentang sesuatu yang baru?
Pertama, pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang suka pamer. Saya pun dengan sadar atau tidak, masih sering melakukannya. Hanya saja tingkat dan 'sesuatu' yang dipamerkan itu ada perbedaan di tiap masanya (pamer ini tak melulu soal harta keduniawian dan sejenisnya, ya.) Nah, kebiasaan orang jika punya sesuatu yang baru adalah pamer. Jelas sebagai orang tua (meski belum berperilaku benar) bagaimanapun harus mendidik anak agar menjadi anak yang shalih/shalihah, kan? Kami jelas ingin mempunyai anak yang berperilaku sesuai dengan norma dan ajaran agama yang kami anut.
Ke-dua, kebanyakan
Epistaksis
Sejujurnya, saya termasuk orang yang takut ketika melihat darah. Agak pengecualian untuk darah yang keluar dari tubuh nyamuk setelah digeprek, ya.
Hanya sekadar mendengarkan cerita tentang kecelakaan yang menimpa seseorang pun saya merinding. Apalagi jika yang diceritakan sampai menyebabkan cacat fisik, saya bisa gemetar. Padahal saya termasuk orang yang agak sering juga berhubungan dengan darah.
Semenjak bapak sakit dan diharuskan untuk cuci darah, mau tidak mau saya melihat bagaimana darah bapak keluar-masuk dari tubuhnya ke mesin pencuci darah. Bapak pun harus transfusi setiap HB-nya turun. Dan itu mengharuskan saya dan adik-adik saya secara bergantian mengambilkan darah yang sama dengan darah bapak ke PMI. Mulialah mereka para pendonor. Saya tidak membayangkan jika tidak ada orang yang mendonorkan darahnya. Saya tentu berhutang banyak dengannya. Dan hanya doa yang bisa saya ucap untuk mereka para pendonor, semoga selalu diberikan kesahatan, keberkahan, serta kemuliaan hidup dunia-akhirat. Aamiin ...
Pasca persalinan istri, beberapa hari juga mengharuskan saya bersentuhan langsung dengan darah. Lalu saat saya jatuh, bagian lutut serta tangan saya luka yang kalau dirasakan, lumayan juga rasa nyerinya.
Tiga hari lalu, saya panik ketika ibunya Frea bilang kalau Frea
Hanya sekadar mendengarkan cerita tentang kecelakaan yang menimpa seseorang pun saya merinding. Apalagi jika yang diceritakan sampai menyebabkan cacat fisik, saya bisa gemetar. Padahal saya termasuk orang yang agak sering juga berhubungan dengan darah.
Semenjak bapak sakit dan diharuskan untuk cuci darah, mau tidak mau saya melihat bagaimana darah bapak keluar-masuk dari tubuhnya ke mesin pencuci darah. Bapak pun harus transfusi setiap HB-nya turun. Dan itu mengharuskan saya dan adik-adik saya secara bergantian mengambilkan darah yang sama dengan darah bapak ke PMI. Mulialah mereka para pendonor. Saya tidak membayangkan jika tidak ada orang yang mendonorkan darahnya. Saya tentu berhutang banyak dengannya. Dan hanya doa yang bisa saya ucap untuk mereka para pendonor, semoga selalu diberikan kesahatan, keberkahan, serta kemuliaan hidup dunia-akhirat. Aamiin ...
Pasca persalinan istri, beberapa hari juga mengharuskan saya bersentuhan langsung dengan darah. Lalu saat saya jatuh, bagian lutut serta tangan saya luka yang kalau dirasakan, lumayan juga rasa nyerinya.
Tiga hari lalu, saya panik ketika ibunya Frea bilang kalau Frea
Ah, Teori ...
Semakin banyak dan gampang kita menemukan sebuah teori. Tak seperti dulu, di mana sumber ilmu satu-satunya adalah media cetak (dalam arti yang sebenarnya). Media yang ada tulisan di dalamnya. Buku, koran, dan majalah adalah media lazim yang bisa diakses oleh banyak orang.
Dulu mudah saja membedakan mana orang pintar dan tidak. Indikatornya cukup melihat sebagaimana sering ia berkutat dengan media cetak-media cetak itu (termasuk kitab di dalamnya). Sekarang, kita tak bisa dengan mudah memfonis apakah Si A pintar, Si B tidak, dsb. Sangkaan orang terhadap keilmuan seseorang di era digital seperti sekarang akan abu-abu. Bisa-bisa, ketika kita menilai tentang ketidaktauan seseorang, kita justru diberi beribu teori dan dalil yang bahkan sebelumnya tidak pernah kita dengar oleh orang tersebut. Kuapok!
Ya, yang makin mudah sekarang adalah melihat bermacam teori (dalam bentuk argumen) yang ngglathak di media online dari berbagai sumber. Muncul satu teori, dibantah oleh teori lain, padahal teori pertama belum kita telan seluruhnya. Lalu teori ke-dua
Dulu mudah saja membedakan mana orang pintar dan tidak. Indikatornya cukup melihat sebagaimana sering ia berkutat dengan media cetak-media cetak itu (termasuk kitab di dalamnya). Sekarang, kita tak bisa dengan mudah memfonis apakah Si A pintar, Si B tidak, dsb. Sangkaan orang terhadap keilmuan seseorang di era digital seperti sekarang akan abu-abu. Bisa-bisa, ketika kita menilai tentang ketidaktauan seseorang, kita justru diberi beribu teori dan dalil yang bahkan sebelumnya tidak pernah kita dengar oleh orang tersebut. Kuapok!
Ya, yang makin mudah sekarang adalah melihat bermacam teori (dalam bentuk argumen) yang ngglathak di media online dari berbagai sumber. Muncul satu teori, dibantah oleh teori lain, padahal teori pertama belum kita telan seluruhnya. Lalu teori ke-dua
Melankolis
Betapa rasa simpati dan empati saya sudah terbentuk dari kecil. Rasa yang secara umum cenderung ke sifat positif ini menempel pada tubuh saya bahkan ketika saya belum genap berusia 5 tahun. Saya bisa menyimpulkan begitu, karena ibu saya wafat saat saya berusia 5,5 tahun. Tapi setelah dirasakan, sifat yang secara umum positif pun ada dampak negatifnya, percayalah.
Kurang lebih kejadiannya begini: Ibu adalah seorang guru SD. Jarak dari rumah dinas ke sekolahnya sekira 1 sampai 2 kilometer. Satu-satunya alat transportasi yang dipunyai keluarga kami saat itu adalah sepeda. Ibu memakainya setiap hari dengan memboncengkan saya di belakang. Yang tidak saya ingat adalah sejak umur berapa saya ikut ibu ke sekolah. Ya, jadi saya lebih dulu SD daripada TK. Dan saya juga ingat, saya mengikuti pelajaran di kelas yang ibu ajar yang kebetulan kelas-kelas rendah (kalau tidak kelas 2, ya kelas 1, yang ini saya lupa). Makanya sebelum TK, saya sudah bisa membaca dan menulis. Yang seru, saat tiba waktu pulang. Setelah berdoa bersama, kami duduk anteng-antengan. Maksudnya, baris mana yang paling tenang, ia yang dipulangkan lebih dulu. Padahal setelah pulang, ya sama saja saya pulang bareng ibu. 🤣
Suatu hari, saat masih di
Kurang lebih kejadiannya begini: Ibu adalah seorang guru SD. Jarak dari rumah dinas ke sekolahnya sekira 1 sampai 2 kilometer. Satu-satunya alat transportasi yang dipunyai keluarga kami saat itu adalah sepeda. Ibu memakainya setiap hari dengan memboncengkan saya di belakang. Yang tidak saya ingat adalah sejak umur berapa saya ikut ibu ke sekolah. Ya, jadi saya lebih dulu SD daripada TK. Dan saya juga ingat, saya mengikuti pelajaran di kelas yang ibu ajar yang kebetulan kelas-kelas rendah (kalau tidak kelas 2, ya kelas 1, yang ini saya lupa). Makanya sebelum TK, saya sudah bisa membaca dan menulis. Yang seru, saat tiba waktu pulang. Setelah berdoa bersama, kami duduk anteng-antengan. Maksudnya, baris mana yang paling tenang, ia yang dipulangkan lebih dulu. Padahal setelah pulang, ya sama saja saya pulang bareng ibu. 🤣
Suatu hari, saat masih di
Ngaji
Kemarin Frea kami daftarkan mengaji di sebuah TPQ, dan hari ini adalah hari pertamanya memulai mengaji. Ini adalah bentuk ikhtiar yang kami lakukan sebagai orang tuanya. Bentuk tanggung jawab atas apa yang telah dititipkan dan diamanahkan memiliki Frea.
Tiap kali Frea diajari ngaji Ibunya, meski sambil bermain, dia tak pernah fokus dan lama. Selalu saja mencari mainan lain. Mungkin karena sudah biasa bermain bersama. Kalau boleh jujur, ada rasa ketakutan dalam diri saya jika sampai tak bisa mendidiknya. Tapi semoga itu hanya sebatas ketakutan saja. Tak lebih. Mudahkan dalam memberikan pendidikan untuknya ya Rab.
Anak bisa mengaji dan rajin beribadah, adalah harapan semua orang tua muslim. Tak luput kami. Selain faktor utamanya tentu bentuk tanggung jawab kepadaNya, juga apabila boleh meminta, kelak doa anaklah yang hanya kami harapkan. Dan itu adalah bonusnya. Saya sadar, saya tak boleh menuntut itu. Tapi saya rasa tak ada yang salah dari berharap dan berdoa.
Reaksi pertama saat Frea diberi tau bahwa dia akan ke tempat ngaji:
"Di tana
Tiap kali Frea diajari ngaji Ibunya, meski sambil bermain, dia tak pernah fokus dan lama. Selalu saja mencari mainan lain. Mungkin karena sudah biasa bermain bersama. Kalau boleh jujur, ada rasa ketakutan dalam diri saya jika sampai tak bisa mendidiknya. Tapi semoga itu hanya sebatas ketakutan saja. Tak lebih. Mudahkan dalam memberikan pendidikan untuknya ya Rab.
Anak bisa mengaji dan rajin beribadah, adalah harapan semua orang tua muslim. Tak luput kami. Selain faktor utamanya tentu bentuk tanggung jawab kepadaNya, juga apabila boleh meminta, kelak doa anaklah yang hanya kami harapkan. Dan itu adalah bonusnya. Saya sadar, saya tak boleh menuntut itu. Tapi saya rasa tak ada yang salah dari berharap dan berdoa.
Reaksi pertama saat Frea diberi tau bahwa dia akan ke tempat ngaji:
"Di tana
Cerewet
Sering sekali Frea menggumam atau bersenandung sesuka dia. Cukup banyak misteri senandungnya yang sampai saat ini belum terpecahkan oleh saya atau ibunya, sebenarnya lagu apa/siapa yang dia nyanyikan? Bisa jadi, itu memang senandung yang dia ciptakan.
Tak cuma lagu, juga kata-kata. Beberapa kosa kata yang dia ucapkan (entah saat ngobrol dengan saya/ibunya atau menggumam sendiri saat bermain) belum kami ketaui. Sialnya, kalau ditanya dia barusan ngomong apa, tidak mau mengulanginya lagi. Atau mengulang sekali lalu tertawa. Seperti sengaja menggoda. Dia memang suka sekali bercerita. Sehingga sudah banyak kosa kata yang dia ucapkan. Dan beberapa di antaranya (karena pengucapannya belum sempurna), kami tidak tau.
Kalau masalah senandung, tiap kali dia mengantuk selalu bersenandung (dan ini kini menjadi tanda bahwa jika sudah begitu, berarti dia sudah mengantuk). Agak berisik memang. Untungnya kami suka dengan kecerewetannya.
Kemampuannya bernyanyi sudah bisa diketahui bahkan sebelum dia genap berusia dua tahun. Di postingan yang sudah cukup lama, dia terlihat sangat fasih menyanyikan lagu Ya lal wathan, padahal saat itu baru dua tahun. Pada usia itu, Frea sudah
Tak cuma lagu, juga kata-kata. Beberapa kosa kata yang dia ucapkan (entah saat ngobrol dengan saya/ibunya atau menggumam sendiri saat bermain) belum kami ketaui. Sialnya, kalau ditanya dia barusan ngomong apa, tidak mau mengulanginya lagi. Atau mengulang sekali lalu tertawa. Seperti sengaja menggoda. Dia memang suka sekali bercerita. Sehingga sudah banyak kosa kata yang dia ucapkan. Dan beberapa di antaranya (karena pengucapannya belum sempurna), kami tidak tau.
Kalau masalah senandung, tiap kali dia mengantuk selalu bersenandung (dan ini kini menjadi tanda bahwa jika sudah begitu, berarti dia sudah mengantuk). Agak berisik memang. Untungnya kami suka dengan kecerewetannya.
Kemampuannya bernyanyi sudah bisa diketahui bahkan sebelum dia genap berusia dua tahun. Di postingan yang sudah cukup lama, dia terlihat sangat fasih menyanyikan lagu Ya lal wathan, padahal saat itu baru dua tahun. Pada usia itu, Frea sudah
Tanya
Menjadi orang tua harus siap menjawab setiap pertanyaan yang diajukan anak. Jika pertanyaannya lazim dan sudah menjadi kebiasaan yang dialami/dilakukan, saya rasa tak ada masalah. Yang menjadi sedikit masalah adalah ketika pertanyaan anak--yang seringnya secara spontan dan terucap begitu saja-- tak biasa kita alami/lakukan, atau bahkan baru kita dengar.
Sebenarnya apa pun yang menjadi jawaban orang tua, si anak akan menerima saja, dan tak akan menuntut jawaban lebih. Ini yang menjadi pemakluman orang tua yang malas mencari jawaban dan tak bertanggung jawab atas jawaban yang diberikan. Padahal terkadang apa yang kita anggap sepele, bisa menjadi perilaku salah yang kelak dilakukan anak.
Saya yakin, banyak sekali orang tua yang ketika mendapat pertanyaan 'sulit' dari anak, menjawab sekenanya saja. Saya pun mungkin juga pernah melakukannya.
"Ah, yang penting anak diam. Toh anak pasti percaya-percaya saja," begitu pikir kita-- sebagai orang tua. Ada yang lebih parah. Terkadang ada
Sebenarnya apa pun yang menjadi jawaban orang tua, si anak akan menerima saja, dan tak akan menuntut jawaban lebih. Ini yang menjadi pemakluman orang tua yang malas mencari jawaban dan tak bertanggung jawab atas jawaban yang diberikan. Padahal terkadang apa yang kita anggap sepele, bisa menjadi perilaku salah yang kelak dilakukan anak.
Saya yakin, banyak sekali orang tua yang ketika mendapat pertanyaan 'sulit' dari anak, menjawab sekenanya saja. Saya pun mungkin juga pernah melakukannya.
"Ah, yang penting anak diam. Toh anak pasti percaya-percaya saja," begitu pikir kita-- sebagai orang tua. Ada yang lebih parah. Terkadang ada
Kangen
Tiga hari Frea tidak bertemu saya. Sejak Kamis, saya di Solo dan Sabtu baru kembali. Sampai di rumah, pintu tertutup, namun gorden jendela terbuka, sehingga dari luar masih bisa melihat bagian dalam. Dan tepat saat motor saya sampai di depan rumah, terlihat di seberang jendela Frea sedang asyik bermain sendirian di kursi. Dia langsung menengok ke arah luar begitu mendengar deru suara motor berhenti di depan rumah. Tampak dia mengamati dengan perlahan sosok yang masih berada di atas motor itu. Begitu helm dan masker saya buka, raut wajahnya berubah sedikit kaget dan langsung menuju pintu untuk kemudian membukanya dan lari ke arah saya sambil teriak: "BAPAAAAK..."
Saya tak kuasa untuk tidak berbalik menyambutnya. Dengan langkah agak tergesa, saya pun teriak: "SAYAAAANG..." lalu memeluknya erat dan menciumnya.
Tak lama kejadian itu berlangsung, dia meminta turun dari gendongan saya lalu berlari ke dalam rumah mengabarkan kepada ibunya, "Bapak pulang, Bapak pulang." Wajahnya tampak sumringah. Saya tersenyum geli melihatnya.
Agar setiap kepergian saya diharapkan kepulangannya oleh Frea, jika pergi
Saya tak kuasa untuk tidak berbalik menyambutnya. Dengan langkah agak tergesa, saya pun teriak: "SAYAAAANG..." lalu memeluknya erat dan menciumnya.
Tak lama kejadian itu berlangsung, dia meminta turun dari gendongan saya lalu berlari ke dalam rumah mengabarkan kepada ibunya, "Bapak pulang, Bapak pulang." Wajahnya tampak sumringah. Saya tersenyum geli melihatnya.
Agar setiap kepergian saya diharapkan kepulangannya oleh Frea, jika pergi
Pakdhe Roni
Begitu mendapat kabar Pakdhe (kakak dari Ibu) terbaring lemah di RS, hati sudah tak karuan. Semenjak kepulangan Bapak, saya suka parno dengan hal-hal yang datang tak mengenakkan. Sudah sekuat hati dan pikiran untuk tidak memikirkan hal-hal yang tak diinginkan, tapi rasa parno itu tetap datang. Dan hal terakhir yang saya lakukan jika sudah seperti itu adalah berdoa dengan hal yang baik-baik dan meminta untuk kesembuhan Pakdhe tentunya. Bahwa tak ada hal yang tak atas kehendakNya. Berdoa dengan penuh kesadaran bahwa Dialah Sang Maha Penguasa, yang mengendalikan setiap peristiwa yang terjadi di alam ini.
Adik menelpon saya Rabu malam, dan memberi kabar bahwa kondisi Pakdhe menurun. Tak hanya saya yang ditelponnya, tapi ke semua anggota keluarga. Dia memberi kabar dan meminta doa untuk kesembuhan Pakdhe. Esok paginya saya menuju ke sana.
Kalau diminta menyebutkan tiga
Adik menelpon saya Rabu malam, dan memberi kabar bahwa kondisi Pakdhe menurun. Tak hanya saya yang ditelponnya, tapi ke semua anggota keluarga. Dia memberi kabar dan meminta doa untuk kesembuhan Pakdhe. Esok paginya saya menuju ke sana.
Kalau diminta menyebutkan tiga
Makan
Perihal makan, Frea termasuk anak yang gampang gampang susah. Suatu saat begitu lahapnya saat disuapkan makanan ke mulutnya, namun di saat lain, sudah dibujuk dengan berbagai cara pun dia tetap menolak. Tapi bagaimana pun, juga demi kesehatannya, mau tak mau harus mencari cara agar asupan makanan bisa tetap masuk di tubuhnya.
Sambil bermain, tentu alternatif utama yang kami lakukan, selain membolehkannya makan sambil melihat HP. Meskipun ke-duanya bukanlah alternatif cara yang kita sepakati seperti yang sudah saya tuliskan di tulisan-tulisan sebelumnya.
Banyak faktor kenapa anak terkadang enggan makan. Kemonotonan adalah faktor yang utama. Faktor keajegan ini juga tak melulu soal jenis dan menu makanannya saja, ia juga termasuk tempat. Ya, tempat. Kalau dipikir-pikir, ibu dan Titi-nya Frea selalu memasakkan Frea dengan menu yang gonta-ganti setiap harinya, tapi ya tetap saja ada waktu di mana dia enggan makan. Maka (dengan terpaksa) kami mengajak Frea keluar untuk main sepedaan sambil makan, atau terkadang juga kami makan di luar. Bukan, bukan di restoran atau jajan di luar, tapi kami membawakan bekal Frea untuk dimakan di taman, masjid, atau tempat terbuka lain. Nyatanya, di tempat-tempat 'baru' itu, Frea selalu habis banyak.
Pernah suatu waktu
Sambil bermain, tentu alternatif utama yang kami lakukan, selain membolehkannya makan sambil melihat HP. Meskipun ke-duanya bukanlah alternatif cara yang kita sepakati seperti yang sudah saya tuliskan di tulisan-tulisan sebelumnya.
Banyak faktor kenapa anak terkadang enggan makan. Kemonotonan adalah faktor yang utama. Faktor keajegan ini juga tak melulu soal jenis dan menu makanannya saja, ia juga termasuk tempat. Ya, tempat. Kalau dipikir-pikir, ibu dan Titi-nya Frea selalu memasakkan Frea dengan menu yang gonta-ganti setiap harinya, tapi ya tetap saja ada waktu di mana dia enggan makan. Maka (dengan terpaksa) kami mengajak Frea keluar untuk main sepedaan sambil makan, atau terkadang juga kami makan di luar. Bukan, bukan di restoran atau jajan di luar, tapi kami membawakan bekal Frea untuk dimakan di taman, masjid, atau tempat terbuka lain. Nyatanya, di tempat-tempat 'baru' itu, Frea selalu habis banyak.
Pernah suatu waktu
Posyandu
Selumbari, Frea Posyandu. Tentu diantar Titi-nya seperti yang sudah-sudah. Jadwalnya sebulan sekali. Kini setiap diberi tau kalau akan Posyandu, Frea menjawab dengan penuh semangat dan selalu menceritakan kejadian di Posyandu bulan sebelumnya.
"Frea nanti Posyandu. Yang pinter yaa."
"Yaa," jawabnya penuh semangat. "Peya pintel lho, Pak. Peya ndak nanis, ditimbang," sambungnya. Maksudnya saat ditimbang, sekarang dia tidak nangis lagi.
"Waah, pinter yaa," jawab saya.
Dulu saat usia 2 tahunan, setiap kali ditimbang memang sering menangis. Mungkin karena orang yang menimbangkan tidak setiap hari ditemuinya. Masa-masa di mana dia masih mengenali lingkungan. Saya pernah menemaninya ke Posyandu, awalnya dia bilang iya-iya kalau ndak akan nangis saat ditimbang. Tapi begitu sampai gilirannya, meski saya mencoba mengalihkan perhatiannya, tangis pun tetap pecah tak terbendung. .
Sepulang kerja, saya diceritakan
"Frea nanti Posyandu. Yang pinter yaa."
"Yaa," jawabnya penuh semangat. "Peya pintel lho, Pak. Peya ndak nanis, ditimbang," sambungnya. Maksudnya saat ditimbang, sekarang dia tidak nangis lagi.
"Waah, pinter yaa," jawab saya.
Dulu saat usia 2 tahunan, setiap kali ditimbang memang sering menangis. Mungkin karena orang yang menimbangkan tidak setiap hari ditemuinya. Masa-masa di mana dia masih mengenali lingkungan. Saya pernah menemaninya ke Posyandu, awalnya dia bilang iya-iya kalau ndak akan nangis saat ditimbang. Tapi begitu sampai gilirannya, meski saya mencoba mengalihkan perhatiannya, tangis pun tetap pecah tak terbendung. .
Sepulang kerja, saya diceritakan
Malmingan
Sudah lumayan lama kami tak keluar menikmati suasana malam di 'daerah bawah'. "Daerah Semarang", kata orang-orang di kampung kami tinggal menyebutnya. Saya yang bukan warga asli Semarang aneh mendengarnya. Kenapa daerah Semarang bawah saja yang disebut Semarang? Bukankah Banyumanik juga bagian dari Semarang?
Banyak alasan kenapa kami tak kunjung melakukannya. Hal utama tentu karna alasan Frea. Udara malam tentu tak baik bagi kesehatannya. Apalagi untuk seusianya yang masih belia. Juga jam tidurnya yang kami biasakan maksimal jam 20.00 harus sudah berada di kamar. Di samping itu juga jarak tempuh yang lumayan jauh jika dari rumah kami.
Sebenarnya sudah lama ibunya Frea ingin jalan-jalan ke daerah kota itu. Entah alasan apa yang membuat dia begitu menginginkannya. Barangkali hanya ingin menikmati suasana malam kota yang saya akui semakin
Banyak alasan kenapa kami tak kunjung melakukannya. Hal utama tentu karna alasan Frea. Udara malam tentu tak baik bagi kesehatannya. Apalagi untuk seusianya yang masih belia. Juga jam tidurnya yang kami biasakan maksimal jam 20.00 harus sudah berada di kamar. Di samping itu juga jarak tempuh yang lumayan jauh jika dari rumah kami.
Sebenarnya sudah lama ibunya Frea ingin jalan-jalan ke daerah kota itu. Entah alasan apa yang membuat dia begitu menginginkannya. Barangkali hanya ingin menikmati suasana malam kota yang saya akui semakin
Protes
Setiap hari di mana saya pulang malam, esoknya selalu ada sikap Frea yang agak sinis ke saya. Misalnya seperti hari Jumat lalu, sesaat setelah ibunya pamit untuk berangkat kerja, Frea langsung bertanya ke saya yang saat itu ada di sampingnya, “Tok, Bapak ndak telja? Telja aja tana. Peya di lumah ama Titi.”
Mendengar ucapan Frea begitu, sejujurnya saya trenyuh, sedih. Bagaimana tidak, seorang Bapak diusir oleh anaknya sendiri. Seorang Bapak yang tak diinginkan kehadirannya oleh anaknya sendiri. Tapi juga senang dan geli karena anak berusia 3 tahun sudah bisa menyampaikan rasa ketidak-sukaannya terhadap suatu hal.
Itu juga ternyata berlaku untuk ibunya. Saat tau
Mendengar ucapan Frea begitu, sejujurnya saya trenyuh, sedih. Bagaimana tidak, seorang Bapak diusir oleh anaknya sendiri. Seorang Bapak yang tak diinginkan kehadirannya oleh anaknya sendiri. Tapi juga senang dan geli karena anak berusia 3 tahun sudah bisa menyampaikan rasa ketidak-sukaannya terhadap suatu hal.
Itu juga ternyata berlaku untuk ibunya. Saat tau
E-Crack
Masih jelas diingatan saya ketika saya bertemu dengan beliau. Aura kebaikan dan ketulusan yang paling saya tangkap. Senyum lebar selalu beliau berikan ke siapa pun yang beliau temui. Senyum yang memberi kesan keakraban juga kedamaian. Bahagia tentu yang saya rasakan dan mungkin bagi orang yang berjumpa dengan beliau saat itu.
Bahwa kesedihan tentu masih melekat ketika pasangan hidup belum lama tiada, sudah tampak samar dengan senyum merekah yang diberikan. Senyum tulus sebagai bentuk rasa cinta dan hormat kepada orang-orang yang ditemuinya, hingga pantas jika rasa hormat dan cinta itu kembali kepadanya. Dengan tulus. Oleh berjuta orang di semua penjuru dunia.
Barangkali rasa
Bahwa kesedihan tentu masih melekat ketika pasangan hidup belum lama tiada, sudah tampak samar dengan senyum merekah yang diberikan. Senyum tulus sebagai bentuk rasa cinta dan hormat kepada orang-orang yang ditemuinya, hingga pantas jika rasa hormat dan cinta itu kembali kepadanya. Dengan tulus. Oleh berjuta orang di semua penjuru dunia.
Barangkali rasa
3M
Ibunya pulang membawa sebuah dus besar, diantar temannya. Saya dan
Frea sedang bermain. Saya tengkurep di balik tempat duduk yang ada di teras
rumah, sehingga jika dari arah depan tidak terlihat. Dan Frea berdiri di atas
punggung saya sambil pegangan tempat duduk tentunya agar tak terjatuh.
Saya bilang ke Frea, "Bapak ngumpet ya. Biar nanti Ibu ndak
lihat." Frea cekikikan. Apalagi pas ibunya datang, dia ngakak.
Sebenarnya itu adalah taktik saya yang hari ini terasa sangat
pegal di bagian punggung. Taktik di mana saya bisa bermain dengan Frea sambil
rebahan, juga ternyata Frea sudah bisa membantu saya memijit punggung dengan
cara menginjaknya. Keuntungan dobel bagi saya.
"Apa itu, Bu?" tanya Frea sambil mendekat dan mencoba
membuka kardusnya.
"Eh, bentar-bentar. Hati-hati yaa. Ini kue buat Frea. Selamat
ulang tahun," ucap ibunya sambil mencegah tangan Frea yang akan memegang
kardus. "Frea mandi dulu sana, nanti potong kuenya."
"Iyaa... Mandi tama Bapak. Yuk!" ajak Frea penuh
9/24/19
Nyatus
Sudah 100 hari Bapak kapundhut.
Waktu yang bisa dibilang baru sebentar, bisa juga dianggap cukup lama. Yang
jelas selama ini, sampai 100 hari ini, terkadang saya benar-benar lupa jika
Bapak memang sudah berada di alam kubur. Saya tiba-tiba selintas mau menelpon
atau sms Bapak. Jadi di otak saya muncul "Oh, iya, sudah lama nih, belum
nelpon/sms Bapak," lalu buka HP. Tapi dalam hitungan detik juga teringat
sendiri kalau Bapak memang sudah kapundhut.
Dan biasanya setelah itu,
langsung teringat masa-masa di mana saya masih sepenuhnya berinteraksi langsung
dengan Bapak.
Tak bisa dipastikan kapan ingatan
saya tiba-tiba muncul memori tentang Bapak. Bisa saat saya sedang sendiri, bisa
juga saat saya bersama orang lain. Bisa saat sedang mencuci, nyetrika, atau lagi
di jalan saat melihat suatu peristiwa. Seringnya memang saat setelah sholat,
juga saat melakukan aktifitas bersama Frea. Mungkin lebih karena sama-sama
berkaitan/hubungan bapak-anak.
Misalnya saat
3th
Pagi tadi, saat saya nyetrika, Frea dibangunkan ibunya. Sembari
mengumpulkan nyawa, dia tiduran di pangkuan ibunya sambil memeluk koala. Kami
mengajaknya bicara agar dia benar-benar terbangun. Setelah sadar, seperti
biasa, ritual pasca bangun tidur adalah meminta susu.
Jika setiap sebelum tidur, saya yang harus membuatkan susunya,
maka setelah bangun tidur adalah ibunya yang selalu menyiapkan, dan Frea tak
pernah mempermasalahkannya. Namun itu tak berlaku pagi tadi. Frea dengan tegas
meminta saya untuk membuatkan susunya.
“Pak, mimik tutu. Bapak yang buat!”
“Siapa yang buatin, Fre?” tanya saya meyakinkan.
“Bapak.”
“Bapak apa Ibu?”
“Bapaaak. Cium dulu.”
Maksudnya adalah meminta saya menciumnya sebelum membuatkan susu,
karna memang biasanya setiap malam, sebelum membuatkan dia susu, saya
menggodanya dengan meminta dicium untuk energi jalan ke dapur.
Kalau sudah mendengar kata yang terakhir itu, saya geli dan
langsung luluh. Dengan gemas saya menciumnya sambil menerka kenapa dia meminta
begitu?
Saya ingat, kemarin
Mbah Moen
Innalillahi wainnaIllaihi
roji’un.
Mbah Moen (Syaikhona KH Maimoen
Zubair) adalah salah satu Kiai sepuh yang begitu dihormati oleh banyak orang di
negri ini dan oleh para santri khususnya. Beliau salah satu orang yang terus
menyerukan pentingnya persatuan dan kesatuan NKRI.
Sebagai ulama sepuh, setiap
fatwanya selalu ditakdzimi oleh ulama-ulama lain dan semua jamaahnya, baik itu
jamaah ngajinya yang secara langsung menimba ilmu di setiap pengajian beliau,
mau pun jamaah yang hanya bisa melihat beliau melalui media youtube seperti
saya.
Saat mendengar beliau wafat, tak
sulit saya mencari informasi tentang kebenaran informasi tersebut. Semua kanal
berita online memberitakan kepulangan Mbah Moen. Juga ucapan bela sungkawa dari
semua kalangan membanjiri media sosial. Di twitter khususnya, 'Mbah Moen'
menjadi
8/5/19
Sapi
Memelihara hewan di rumah, katanya bisa membentuk
anak menjadi lebih peka rasa empatinya. Tentunya Ini baik untuk perkembangan
Frea. Namun kami tak punya hewan piaraan satu pun. Tapi kami tetap harus
mengasah kepekaan Frea. Maka kami mengakalinya dengan membelikan dia mainan
boneka yang berbentuk hewan. Beberapa boneka hewan sudah jadi temannya. Panda,
kelinci, gajah, koala, anjing, dan beberapa boneka hewan lain. Tentunya boneka
hewan-hewan itu kami beli satu per satu sesuai budget.
Setiap hari kami ajak mengobrol mereka bersama
Frea seolah boneka hewan-hewan itu benar-benar benyawa. Tanya nama, nawari
makan, memintanya tidur, serta mengobrol hal-hal yang spontan terlintas saat
itu. Tentunya obrolan yang baik yang kami contohkan sehingga empati Frea terbentuk.
Dampak lainnya, ternyata Frea menjadi anak yang
suka bermain peran. Imajinasinya bermacam-macam. Saya selalu geli setiap
melihat Frea mengajak teman-temannya itu mengobrol. Selalu saja ada hal lucu
dari sana.
Saat awal-awal punya sapi, dia
Om Wignyo
Perawakannya tinggi-besar, hidungnya
mancung dengan rambut klimis lurus. Terus terang saya tak begitu mengenal Om
saya itu karena intensitas ketemu saya dengannya yang memang hanya—paling
setahun sekali. Itu pun hanya sehari dua hari. Beberapa kali ngobrol saja
dengan beliau. Namun dari pertemuan-pertemuan itu, ditambah dengan cerita dari
saudara-saudara saya yang lain, secuil hal saya bisa menggambarkan bagaimana
sifat beliau.
Penyabar adalah sifat pertama
yang bisa saya tangkap. Dari caranya berbicara, bagaimana berkomunikasi dengan
putri-putri dan istrinya, saya bisa merasakan begitu sabarnya beliau. Yang
menguatkan lagi, beliau adalah orang yang amat sayang dan menyukai anak kecil.
Ya, semua anak kecil, bukan hanya anaknya sendiri. Terbukti saat setiap kali
anak kecil menangis dan digendong beliau, selalu bisa tenang kembali.
Pernah suatu kali, keponakan saya
Kontrol
Baru kemarin dipuji, hari ini
sudah membuat ulah lagi. Frea menolak lagi untuk minum obat. Sekuat pikiran,
kami menegosiasinya.
“Ini kalau Frea minum obatnya
baik, nanti di tempat periksa boleh mainan perosotan,” bujuk ibunya.
Di ruang
tunggu RS memang ada tempat khusus mainan anak-anak. Saat periksa pertama, dia
memang senang sekali mainan di sana. Namun dia tetap menolak.
“Kalau ndak mau minum obat, ya
berarti nanti di sana tidak boleh mainan,” lanjut ibunya.
“Mau maen.”
“Boleeeh, ini minum obatnya dulu
yang baik.”
“Ndak mau.”
Karena waktu yang mendesak, dan
agar bisa
Sandal
Kali pertama saya datang di
masjid ini, heran juga melihat barisan sandal dengan posisi terbalik seperti
itu. Ada juga sandal yang posisinya seperti pada umumnya posisi sandal, namun
hanya beberapa saja.
Saat itu saya hanya menduga,
mereka yang posisi sandalnya sudah dibalik, adalah orang-orang yang sudah
setiap hari datang ke sana, sementara yang belum dibalik, adalah orang yang
baru kali pertama datang. Seperti saya saat itu.
Dan nyatanya dugaan saya benar.
Hanya saja, mereka yang terburu-buru saat melepas sandal (entah karena memburu
shalat jamaah karena sudah tertinggal, atau karena urusan lain seperti kebelet
pipis, dll) meski sudah berkali-kali datang, letak sandalnya masih banyak juga
yang tidak rapi. Dan saat itu saya anggap kejadian biasa saja.
Ya, biasa saja. Karena banyak
sandal yang posisinya sudah dibalik pun bagi saya sudah luar biasa. Coba
perhatikan, apakah posisi sandal di masjid dekat Anda ada yang seperti itu?
Yang membuat saya agak kaget
adalah ketika sholat usai, dan saya hendak memakai sandal saya krmbali, semua
sandal dan sepatu yang ada di sana tertata dengan rapi tanpa ada yang
berserakan satu pun. Sudah jelas, itu pasti
Labels:
belajar,
opini,
self reminder,
story,
teras
Minum Obat
Mulai hari Sabtu siang (6 Juli
2019) suhu tubuh Frea naik turun. Hari Seninnya kami putuskan membawanya ke
dokter keluarga karena suhu tubuhnya yang masih naik turun meski volume minum
Frea sudah ditambah. Dokternya meminta kami untuk mengecekkan lab darah Frea.
Dan malam itu juga hasilnya saya konsultasikan.
Hb-nya turun dan ada gejala tipes
katanya. Maka kemudian Frea dibuatkan rujukan ke dokter spesialis anak untuk
penanganan lanjutan. Esoknya kami membawa Frea ke dokter anak dengan
menunjukkan hasil lab. Frea diperiksa. Ada radang juga di tenggorokannya.
Untungnya tidak sampai rawat inap. Dokter hanya memberikan resep obat dan
meminta kami kembali 3 hari lagi untuk kontrol.
Begitu terima obat, saya langsung
bingung. Apa yang ada di pikiran saya adalah bagaimana meminumkan obat-obat itu
ke Frea? Saya sudah pernah cerita di postingan sebelumnya kalau Frea tipe anak
yang susah sekali untuk meminum obat, bahkan ketika obat itu sudah ditelan
sampai perut, dia bisa memuntahkannya. Saya benar-benar kepikiran. Padahal obat
itu ada yang harus dihabiskan agar bisa sembuh.
Benar. Kekhawatiran saya terjadi saat kali
Baik 2
Membiasakan baik dan benar ke
anak (meski saya—orang tuanya tak baik-baik dan tak benar-benar amat) adalah
suatu keharusan dan kebiasaan yang kami terapkan ke Frea sejak dia lahir. Pun
saat dia belum bisa apa-apa. Misalkan saat menyuapi dia makan waktu bayi, kami
memintanya berdoa terlebih dulu meski kami—sebagai orang tua—juga yang mengucapkan tentunya.
Kami pun selalu mengajaknya
bicara sejak masih bayi setiap hari, sampai sekarang. Sesibuk apa pun, setiap
hari kami harus selalu berkomunikasi dengan Frea. Kami ingin agar Frea selalu
dekat dengan orang tuanya, khususnya saya, karena kalau dengan ibunya, sudah
otomatis nempel. Saya tak ingin menjadi bapak yang tak dikenali anaknya
sendiri.
Barangkali banyak orang yang
menganggap bayi hanyalah bayi. Anak kecil yang belum tau apa-apa. Saya malah
sebaliknya. Terkadang saya berfikir bahwa bayilah yang tau tentang segala hal
dalam otaknya. Tau tentang masing-masing sifat orang, tau nama semua benda
tanpa ada orang lain yang memberi tau, intinya tau segalanya. Hanya saja dia
belum diberi kemampuan untuk bicara (kalau saya bilang:
Ngobrol
Kemarin malam (2 Juli 2019) Frea
ke dokter gigi lagi. Misi ke-dua penambalan giginya. Tak seperti biasanya, sore
itu pasiennya lumayan banyak. Frea mendapat antrean ke 10. Akhirnya kami pulang
dulu untuk sholat maghrib di rumah. Jam 7 kurang, kami kembali ke sana.
Di ruang tunggu, sudah ada 5
orang. Frea adalah satu-satunya anak kecil di sana. Beberapa orang tertarik
pada Frea karena sampai di sana Frea tak bisa diam. Dia menanyakan beberapa hal
ke saya dan ibunya. Mungkin juga karena pada dasarnya mereka memang suka pada
anak kecil.
“Umur berapa, Mas?” tanya seorang
ibu yanga da di sana.
Tadinya mau saya jawab umur saya,
tapi tidak jadi. Tak mungkin dia tanya umur saya. Pasti maksud dari
pertanyaannya menanyakan usia Frea. “Mau 3 tahun, Bu. Dua bulan lagi.”
“Oh. Tapi kok ngomongnya pinter
banget, ya. Mudhengan anaknya. Kaya cah gedhe.” Lanjut si ibu tadi.
“Oh, iya dong, Bu. Siapa dulu
bapaknya.” Jawaban itu saya
7/25/19
Toilet Lagi
Sudah saya
ceritakan kapan kami melakukan toilet training ke Frea. Ya, semenjak dia
berumur dua tahun, setiap kami libur, atau kalau ibunya libur, Frea sengaja
tidak dipakaikan popok agar terbiasa pipis di kamar mandi atau di WC.
Awalnya sulit
juga memberitaunya, kalau sebelum pipis, bilang dulu, untuk segera diefakuasi
ke kamar mandi. Berkali-kali kami kebobolan, Frea pipis di tempat di mana ia
bermain. Kami terus mendoktrinnya bahwa sebelum pipis, dia harus bilang dulu.
Akhirnya, ketika 2 tahun 4 bulan dia bisa bilang ketika akan pipis. Masalahnya,
sampai sekarang, dia malas bilang saat akan buang air besar, juga selalu
ngompol saat tidur.
Frea dengan
ibunya itu punya kedekatan yang aneh menurut saya. Atau barangkali ini terjadi
pada semua anak dan ibunya? Jadi dia itu takut sama ibunya ketika dikasih tau
sesuatu ketika melakukan suatu kesalahan, tapi tak sampai dua menit, sudah bisa
tertawa kembali bersama lalu berpelukan. Dan bahkan setiap kali ada sesuatu,
yang dicari pertama kali adalah ibunya, entah saat mau tidur, atau ketika
bangun tidur.
Suatu saat, ia
tidur
Perajuk
Masalah lain selain anak tak mau
menurut apa yang diperintahkan, salah satunya adalah ketika anak meminta
sesuatu. Banyak orang tua yang saya lihat 'kalah' dengan kemauan anak. Sehingga
setiap si anak minta sesuatu, selalu harus dipenuhi sebagai penyelesaiannya.
Tanpa memperhitungkan dampaknya setelah itu.
Terkadang saya gemas juga setiap
melihat langsung kejadian ini terjadi. Di satu sisi saya bersyukur punya anak
yang (mudah-mudahan) tak sampai seperti anak lain yang apa-apa harus dipenuhi
keinginannya. Di sisi lain juga kasihan sama orang tua yang harus seperti itu
dalam mengurus anaknya. Di sisi lainnya lagi, ya itu tadi, gemas juga melihat
orang tua yang tak punya power dalam mendidik anak.
Beberapa kali saya berkonflik
dengan Frea. Saya ingat pesan ibunya Frea, jika sedang ada konflik dengan anak,
hendaknya sebisa mungkin diselesaikan hanya berdua dengan anak, tanpa ada yang
ikut campur. Kami selalu terapkan itu. Untuk negosiasi, sebaiknya dibicarakan
di belakang anak. Begitu pun jika ibunya yang berkonflik dengannya, saya juga
tak ikut campur. Baru setelah masalahnya selesai, tanpa didengar Frea, kami
ngobrol. Apa yang saya tak setuju, bilang ke ibunya. Di situ negosiasi terjadi.
Ya, senjata anak dalam
Om Aji
Kemarin Frea senang banget
didatengi Om-nya. Sudah lama sekali dia tak berjumpa dengan Om-nya itu.
Dirautnya terlihat jelas rasa bahagianya.
Om-nya tiba di rumah persis saat
Frea juga baru naik odong-odong-- wahana yang amat disukainya. Saya sendiri tak
tega jika Om-nya menunggu lama di rumah, tapi juga tak tega jika baru sebentar,
Frea diminta untuk berhenti menyudahi naik odong-odongnya. Maka saya beri waktu
5 menit untuk menikmatinya.
Setelah 5 menit itu, saya memberanikan
diri ngomong ke Frea untuk menyudahinya, dengan alasan Om-nya sudah sampai,dan
sedang menunggu di rumah.
Tak disangka, Frea langsung mau,
mengiyakan untuk segera beranjak dari mobil odong-odong yang sedang dinaikinya.
Tak biasanya dia begitu. Saat pertama kali naik, bahkan sampai menangis saat
dipaksa turun. Tapi kali ini dia langsung mau turun meski diwajahnya ada
sedikit rasa kecewa.
Sesampai di rumah, melihat
Om-nya, Frea langsung beraksi centilnya. Segala
Pembangkang
Pernahkah melihat anak kecil yang
begitu membangkang saat diperintah oleh orang tuanya? Disuruh mandi, ndak mau.
Disuruh tidur, malah mainan. Apa pun yang diperintahkan selalu saja menolak.
Yang saya bicarakan adalah anak balita. Tak usah jauh-jauh, keponakan saya juga
begitu.
Saya sepakat kalau sifat tiap
anak itu berbeda-beda. Alasan ini yang biasanya dipakai oleh orang tua sebagai
pemakluman. Sah-sah saja memakai alasan itu, tapi terkadang mereka melupakan
satu hal bahwa karakter anak juga dibentuk dari lingkungan.
Anak mempelajari hal-hal yang
mereka lihat dan alami setiap hari. Dari waktu ke waktu.
Hal yang pertama biarlah urusan
Maha Yang Menciptakan. Tugas kita sebagai orang tua harusnya fokus pada hal
yang ke-dua tadi, yaitu bahwa karakter anak itu terbentuk dari lingkungan,
khususnya keluarga.
Sebagai contoh soal anak
membangkang tadi misalnya. Pasti ada hal di mana dia pernah dibohongi orang
tuanya sehingga dia tidak percaya lagi omongannya. Anak seperti itu tau, bahwa
orang tuanya tak lebih hanya akan menyuruh saja, hanya bicara saja, tak lebih.
Contohnya begini:
Konspirasi Popok
Butuh waktu
lama barangkali berurusan tentang mendidik anak untuk bisa benar-benar mandiri
masalah buang air ini. Di usia berapa Anda bisa pipis atau pup dan bisa cebok
sendiri? Saya sendiri lupa sampai umur berapa.
Yang saya
ingat adalah tentang adik saya yang pertama. Dia yang lumayan lama bermasalah urusan
buang air kecil menurut lazimnya kebanyakan anak saat itu. Saya ingat, sampai
kelas 2 SD, adik saya masih sering ngompol. Dengan berbagai macam, Bapak
mencarikan solusi untuk menghentikan kebiasaan yang dianggap ‘tak umum’ itu.
Setiap ada yang memberi tau caranya agar anak berhenti mengompol, langsung
dipraktikannya. Entah masalah teknis, maupun tentang makanan dan minuman yang
harus dikonsumsi.
Saya ingat
salah satu yang disarankan kepada Bapak, agar adik saya itu bisa berhenti
mengompol. Yang saya lupa adalah siapa yang memberi usulan ilmu itu kepada
Bapak. Saat itu Bapak diberi tau agar adik saya makan Koangan, hewan yang
Toilet
Toilet training ternyata memang
tak mudah. Kalau dibilang susah sekali untuk Frea, juga tidak. Sebab dia tipe
anak yang bisa diberi tau. Memang, di awal-awal Frea tidak dipakaikan pampers, sejak
dia sudah bisa mengucap dengan jelas (setidaknya untuk kami—orang tuanya), Frea
bisa bilang ketika dia akan pipis. Sayangnya Frea bilang pipis saat bersamaan
dengan pipisnya keluar. Jadi ya sama
saja. Ndak ngaruh.
Untuk menyiasatinya, kami melihat
pola pipisnya, setiap berapa menit Frea pipis? Pada saat awal-awal tanpa
pampers (kira-kira umur 2 tahun), pola pipis Frea setiap 20 menitan. Maka
setiap waktu itu pula kami membawa Frea ke kamar mandi/toilet, meski terkadang
setelah sampai sana, Frea tidak kunjung pipis. Sekarang (2 tahun 9 bulan)
intensitas Frea pipis sudah lumayan lama, kira-kira 2 sampai 3 jam.
Pernah suatu waktu, karena
lumayan seringnya Frea harus bolak-balik ke kamar mandi ketika hendak pipis,
saat pipis itu dia meminta untuk pakai popok saja. Dia ngomong dengan sangat
cepat dan sambil nangis: “Habis ini pate popok habis ini pate popok habis ini
pate popok habis ini pate popok.” Saya ngakak mendengarnya.
Meski sudah bisa bilang saat mau
pipis, terkadang dia lupa waktu, terutama ketika dia bermain. Beberapa kali dia
ngompol saat bermain. Untuk menghindari itu, kami harus sering-sering mengingatkan
agar dia tak lupa bilang ketika akan pipis.
Yang lebih sulit lagi
Eyang
Tak pernah saya mengidolakan
seseorang pejabat negara seperti saya mengidolakan Eyang Habibie. Bahkan ini
adalah momen foto dengan seorang publik figur yang paling saya senangi. Memang,
seburuk-buruknya seseorang, pasti ada hal baik yang ada di diri orang tersebut.
Pun sebaliknya, sebaik-baiknya seseorang, pasti ada kesalahan yang pernah
dibuatnya.
Tapi begitu banyaknya kebaikan
yang ada pada diri Eyang Habibie, saya bahkan tak menghiraukan kesalahannya. Orang
baik akan tetap terlihat kebaikannya. Bahkan ketika ada sesuatu yang salah dari
orang tersebut, pasti ia tak semata-mata mutlak kesalahannya. Tuhan akan
menunjukkan itu.
Foto ini diambil tanggal 17
Februari 2007. Ya, sudah 12 tahun silam, tapi kenangannya beberapa masih saya
ingat dengan jelas. Saat pertemuan itu, saya meminta beliau mendoakan hal yang
baik-baik tentunya.
Satu momen lain yang saya ingat
adalah ketika beliau mau beranjak pergi meninggalkan acara, untuk kembali ke
Jakarta. Tapi saat itu pula beberapa wartawan menghadangnya untuk mewawancarai.
Beliau dimintai pendapat tentang kondisi negara saat itu terutama bidang
ekonomi dan hubungannya dengan sistem transportasi.
Saya ingat, ajudannya
Bapak IV
Saya sadar, saya bukanlah tipe
orang yang bisa ngobrol lama dengan orang lain, apalagi yang tak sefrekuensi.
Juga dengan Bapak. Meski hubungan antara Bapak dengan anak bukanlah masalah
sefrekuensi atau tidak. Banyak hal yang tak saya omongkan ke Bapak, tapi beliau
tau. Apa yang masih ada di dalam hati dan baru berniat untuk mengatakannya ke
Bapak, beliau sudah bisa menebaknya.
Sebagai seorang anak, apa-apa
yang sekiranya tak mengenakkan hati saya, juga khususnya Bapak, inginnya saya
menyembunyikannya dari Bapak. Saya tak ingin membebankan pikiran Bapak. Saya
tau perasaan seorang Bapak jika tau anaknya tak bahagia. Namun tanpa
diceritakan pun, besar kemungkinan Bapak tau jika anaknya sedang ada masalah.
Bapak juga tipe orang yang sama.
Beliau tak ingin membebankan masalah ke orang lain. Sebisa mungkin, apa-apa
yang sedang dihadapinya, diselesaikannya sendiri, tanpa membebankan kepada
orang lain. Termasuk saat beliau menahan sakit yang dideritanya.
Sebenarnya sebelum Bapak difonis sakit,
perubahan fisik Bapak sudah terlihat. Tubuhnya makin kurus. Melihat perubahan
fisik Bapak tersebut, saya berkali-kali mengajak Bapak untuk mengecek
kesehatannya. Tapi berkali-kali pula Bapak menolaknya. Tak hanya anak-anaknya
yang meminta Bapak untuk periksa, teman dan para tetangga di rumah pun
berkali-kali juga membujuknya. Tapi ya itu, Bapak adalah tipe orang yang tak
ingin menyusahkan orang lain. Beda dengan saya yang sudah banyak menyusahkan orang
lain.
Begitu
banyaknya orang-orang yang sangat peduli dan menyayangi Bapak. Ini terlihat
selama Bapak sakit. Begitu banyak orang yang menjenguk Bapak, entah pada waktu
di rumah maupun saat berada di rumah sakit. Juga terlihat saat Bapak kembali
padaNya. Begitu banyak orang-orang yang datang melayat Bapak.
Dari
setiap peristiwa, ada hal yang bisa kita ambil untuk dijadikan pembelajaran.
Maha Benar Allah dengan segala firmanNya.
Untuk
Bapak, Al Fatihah....
(19
Juni 2019)
Baik
Hal-hal yang baik seharusnya
memang ditanamkan pada anak sedini mungkin. Tak ada orang tua sebejad apa pun
yang menginginkan anaknya jadi orang jahat. Tak ada pemabuk yang menyuruh
anaknya mabuk. Tak ada pencuri yang berdoa agar anaknya bisa menjadi penerus
mencuri. Semua ingin agar anak-anak mereka baik.
Hingga tak heran jika ada seorang
dengan wajah merah padam habis mabuk, mengantarkan anaknya mengaji. Saya juga
sering melihat seorang ibu-ibu muda yang mengantarkan anaknya ke sekolah
berseragam muslim rapat dengan kerudungnya, sementara si ibu muda itu memakai
kaus ketat dengan bawahan hot pant yang membuat saya senang melihatnya.
Semua itu semata-mata adalah
bentuk ikhtiar orang tua agar kelak sang anak menjadi anak yang baik, yang
syukur-syukur bisa membanggakan dan mendoakan orang tuanya.
Pun kami.
Sedini mungkin kami tanamkan di diri
Frea hal-hal yang baik-baik. Berdoa sebelum melakukan sesuatu, bersyukur
setelah memperoleh sesuatu yang baik, makan-minum pakai tangan kanan, mandi
sehari dua kali meski terkadang saya tidak, makan-minum sambil duduk, ngupil
dengan jari – bukan dengan garpu, dan
masih banyak hal baik lain.
Juga ada beberapa
Bapak III
Puasa dan lebaran tahun ini
adalah kali pertama tanpa ditemani Bapak, setelah beliau kapundhut dua hari
menjelang ramadhan sebulan lalu.
Apa yang paling membekas dari
Bapak saat ramadhan adalah cara membangunkan saya ketika sahur. Meski agak
keras, intonasi suaranya tak mungkin akan terlupa di otak saya. Juga nada
ketika beliau ndarus. Nada mengaji yang begitu khas. Saya menyesal karna tak
sempat merekamnya.
Ada kenangan lain saat bulan
puasa dengan Bapak yang sampai saat ini masih berkesan. Kejadiannya saat saya
masih SD. Entah kelas berapa. Di kampung saya waktu itu, tiap ngabuburit,
anak-anak pada sepedaan ke bendungan yang jaraknya kira-kira tiga kiloan meter.
Ya, lumayan jauh memang. Tapi itulah satu-satunya obyek yang paling menarik
kami untuk mendatanginya.
Sebelum berangkat, Bapak selalu
berpesan agar sebelum beduk Maghrib harus sudah sampai di rumah. Layaknya
anak-anak, keasyikan bermain bisa melupakan segalanya, terutama waktu. Karena
masalah itu, saya dimarahi Bapak. Padahal hanya selang beberapa menit setelah
adzan. Kini saya tau kekhawatiran seorang orang tua terhadap anaknya.
Ini adalah kenangan foto-foto
bapak lebaran tahun lalu. Di mana beliau masih bisa membuatkan taman kecil
untuk bermain cucu-cucunya, bersilaturahmi dengan saudara, bercanda dengan anak-cucunya,
juga masih bisa mendoakan hal-hal yang terbaik untuk anak-anaknya.
(6 Juni 2019)
Mudik
Tradisi unik nan baik yang barangkali cuma ada
di negri kita. Tak hanya itu, ia juga menggembirakan.
.
Tak bisa dipungkiri, dalam mudik, membutuhkan pengorbanan yang amat besar. Makin jauh jaraknya, makin banyak pengorbanan yang dikeluarkan. Tenaga, materi, dan waktu. Minimal 3 elemen itu. Meski begitu, rasanya tak ada orang yang bilang kapok untuk mudik. Mereka bergembira ria bertemu handai taulan.
.
Tak bisa dipungkiri, dalam mudik, membutuhkan pengorbanan yang amat besar. Makin jauh jaraknya, makin banyak pengorbanan yang dikeluarkan. Tenaga, materi, dan waktu. Minimal 3 elemen itu. Meski begitu, rasanya tak ada orang yang bilang kapok untuk mudik. Mereka bergembira ria bertemu handai taulan.
Saya jadi ingat saat mudik masa kecil dulu. Di mana keadaan sistem
transportasi di Indonesia begitu buruk. Terutama untuk jalur darat. Anda yang
pernah merasakan itu, pasti setuju.
.
Saya ingat benar perjuangan Bapak ketika harus berdesak-desakan demi mendapatkan tiket (entah bis atau kereta). Tak jarang ketika berdesak-desakan itu badannya kesiku atau kakinya terinjak-injak.
.
Sudah dapat tiket pun, untuk masuk ke dalam bis atau keretanya masih harus berdesak-desakan, karena berebut untuk mendapatkan kursi agar tak berdiri selama di perjalanan. Saya pernah merasakan naik kereta sampai harus tidur beralaskan koran di lantai kereta. Itu pun jadwalnya mundur berjam-jam. Berangkat dari Pekalongan sekitar jam 8-an pagi, sampai Solo jam 2 pagi lagi. Dulu belum ada
.
Saya ingat benar perjuangan Bapak ketika harus berdesak-desakan demi mendapatkan tiket (entah bis atau kereta). Tak jarang ketika berdesak-desakan itu badannya kesiku atau kakinya terinjak-injak.
.
Sudah dapat tiket pun, untuk masuk ke dalam bis atau keretanya masih harus berdesak-desakan, karena berebut untuk mendapatkan kursi agar tak berdiri selama di perjalanan. Saya pernah merasakan naik kereta sampai harus tidur beralaskan koran di lantai kereta. Itu pun jadwalnya mundur berjam-jam. Berangkat dari Pekalongan sekitar jam 8-an pagi, sampai Solo jam 2 pagi lagi. Dulu belum ada
Tarawih Ngantuk
Saat kali pertama saya tarawih
dengan dengkul masih ada luka, Frea ikut dengan saya. Jadi dia satu-satunya
orang di barisan shaf laki-laki yang memakai mukena. Shalat Isya, rakaat
pertama aman. Tapi sampai pada posisi sujud, Frea belum bisa sujud dengan posisi
benar menurut syariat. Sujudnya adalah posisi tidur dengan tengkurep.
Sebenarnya tidak ada masalah jika saja tengkurepnya ada di wilayah tempat
sholatnya. Tapi posisi tengkurep Frea, kakinya berada di tempat sujud orang di belakangnya. Saya
yang tadinya sholat ndak khusuk jadi makin tambah ndak khusyuk lagi melihat
tingkahnya.
Rakaat ke-dua dia ikut berdiri,
ruku, lalu sujud lagi. Tapi di rakaat ke-tiga, dia hanya duduk, diam, menghadap
ke belakang mengamati orang-orang yang lagi sholat. Rakaat terakhir sholat Isya
itu, dia tiduran. Kali ini tidurnya malah melintang ke arah utara-selatan.
Otomatis, kakinya berada di depan tempat sujut orang yang ada di sebelahnya.
Sungguh sholat isya yang penuh dengan pikiran yang bercabang dan jauh dari
ketidak-khusyu’an.
Pada saat yang lain dzikir, saya
Tarawih
Pasca jatuh (3 Mei 2019),
semingguan di rumah, saya tidak tarawih. Di lutut ada lecet yang lumayan besar.
Maka ketika sujud, saya harus ekstra pelan dan hati-hati sehingga membutuhkan
waktu yang lama. Karena itu saya memutuskan untuk tidak tarawih. Saya baru tarawih
ketika memasuki 10 malam yang ke-dua, meski luka di lutut belum sembuh benar.
Pasca jatuh itu pula saya belum
bisa mengendarai motor, karena ada luka di telapak tangan kanan. Maka setiap
saya ke masjid untuk tarawih, ibunya Frea yang mengendarai motor di depan dan
saya hanya membonceng saja. Dia yang mengantar-jemput saya, Titi, dan Tatung
saat ke masjid—juga bersama Frea tentunya.
Sebenarnya tidak terlalu jauh jarak
dari rumah ke masjid, hanya saja masjidnya adalah masjid instansi pemerintah
yang letaknya berada di dalam komplek perkantoran, dan untuk menuju ke sana
harus melewati gerbang yang ada pos penjaganya. Masjid yang hanya ramai saat
ada tarawih, sholat Jum’at, serta sholat Id saja. Setelah itu, hanya dihuni
oleh orang-orang diperkantoran itu saja karena letaknya bukan di area
perkampungan. Tak sampai 15 menit, begitu tarawih selesai, di masjid hanya
tersisa 2-3 orang. Pernah suatu kali sesampai di masjid saat menjemput saya,
masjid sudah sepi. Frea bilang ke ibunya, “Bu, masjidnya sudah habis.” BUKAN
MASJIDNYA YANG HABIS FREE... TAPI ORANGNYA YANG SUDAH HABIS.
Suatu malam, setelah tarawih
usai,